Thursday, March 28, 2019

Biografi Imam An-Nawawi rahimahullah (631-676 H./ 1233 M-1277 M.)

Imam An-Nawawi rahimahullah mempunyai nama lengkap Al-Imam Al-'Allamah Syaikhul Islam Al-Faqih Az-Zahid Al-Hafizh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syarf bin Mariyy bin Hasan bin Muhammad bin Jam'ah bin Hizam An-Nawawi atau An-Nawawi.

An-Nawawi lahir pada bulan Muharam tahun 631 Hijriah, di Nawa, sebuah perkampungan di Hauran, Suriah. Kepada desa itulah beliau dinisbahkan. Beliau belajar Al-Quran di desa Nawa, kemudian beliau datang ke Damaskus (Syria) dan berdomisili di Madrasah Ar-Rawaahiyah. Beliau sudah hafal Al-Qur'an sejak masih remaja.

Beliau belajar fikih, ushul fikih, hadits, ilmu hadits, nahwu, sharf, tauhid dan manthiq. Beliau menunaikan ibadah haji bersama ayahnya, dan menetap di kota Madinah Al-Munawwarah selama satu setengah bulan. Pada masanya, beliau menjadi imam bagi para pengikut mazhab Syafi'i. Beliau adalah pentahqiq, pentahdzib, penyaring dan penyusun kitab mazhab syafi'i, sehingga beliau terkenal dan mempunyai kedudukan yang signifikan di mata dunia. Beliau banyak menulis buku-buku monumental, bermanfaat, dan penuh berkah.

“Para datukku menyakini bahwa nasab mereka sampai Hizam yaitu Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,” tutur An-Nawawi.

Pada usianya yang ke-19, beliau dibawa pergi ayahnya ke Damaskus, dan berdomisili di Madrasah Ar-Rawaahiyah, sebagaimana disinggung sebelumnya. Selama dua tahun, beliau tidak pernah tidur berbaring, kebutuhan pangan beliau, sudah dicukupi oleh pihak madrasah.

Pada tahun 650 hijriah beliau sudah hafal At-Tanbih dan seperempat kitab Al-Muhadzdzab, di samping mampu mentashih dan memberikan penjelasan di hadapan gurunya, Kamaludin Ishaq bin Ahmad Al-Maghribi.

An-Nawawi rajin belajar kepada Kamaluddin. An-Nawawi mengagumi dan menyukai gurunya, sehingga An-Nawawi tercatat sebagai murid yang paling rajin dan banyak menimba ilmu dari Kamaluddin. An-Nawawi sibuk menekuni berbagai disiplin ilmu selama kurang lebih 20 tahun, sehingga keilmuannya melebihi orang-orang yang sebaya dengan beliau dan tercatat sebagai murid yang paling menonjol. An-Nawawi pintar dalam menguasai ilmu dan beraktivitas. Beliau mulai menulis buku sekitar tahun 660-an Hijriah hingga akhir hayatnya.

Setiap hari, An-Nawawi membaca, menjelaskan dan mentashih 12 pelajaran di hadapan guru-gurunya: dua pelajaran fokus pada Al-Wasith, satu pelajaran pada Al-Muhadzdab, satu pelajaran pada Al-Jam'u Baina Ash-Shahihaini, satu pelajaran pada Shahih Muslim, satu pelajaran pada Al-Luma', satu pelajaran pada Ishlah Al-Manthiq, satu pelajaran tentang Tashrif dan satu pelajaran tentang Ushul fikih.

Pernah terlintas dalam benak An-Nawawi untuk mempelajari ilmu kedokteran, kemudian beliau membeli Al-Qanun karya Ibnu Sina untuk dibaca dan dikuasai. Tapi, “Hati saya terasa gelap. Selama berhari-hari, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya merenungkan diriku sendiri, mencari faktor yang menyebabkan saya bisa seperti itu. Tiba-tiba Allah memberikan ilham kepadaku, bahwa faktor yang menyebabkan saya bisa seperti itu, kerana saya sibuk mempelajari ilmu kedokteran. Pada saat itu juga, saya langsung menjual Al-Qanun, seketika hati saya terasa cerah.” Kenang An-Nawawi.

Tidak ada aib dalam ilmu kedokteran, hanya saja Allah mempersiapkan An-Nawawi untuk menguasai disiplin ilmu yang lain, yaitu ilmu hadits dan yang lainnya.

Guru-Guru An-Nawawi.

An-Nawawi mendengarkan (sima) Shahih Muslim dari Ar-Ridha bin Al Burhan. Mendengarkan Shahih Al-Bukhari, Musnad Ahmad, Sunan Abi Dawud, Sunan An-Nasa'i, Sunan Ibni Majah, Jami At-Tirmidzi, Musnad Asy-Syafi'i, Sunan Ad-Daruquthni, Syarh As-Sunnah dan tentang banyak hal lainnya, dari berbagai ulama pada masanya.

An-Nawawi pernah berguru kepada Ibnu Abdi Ad-Dayim, Az-Zain Khalid, Syaikhu Asy-Syuyukh Syarafuddin Abdul Aziz dan Al-Qadhi Imaduddin bin Al Hurastani, Ibnu Abil Yasar, Yahya Ash-Shairafi, Ash-Shadr Al-Bakri, Syaikh Syamsuddin Ibni Abi Umar dan ulama yang lainnya. 

An-Nawawi belajar ilmu hadits kepada sekelompok huffaazh; misalnya kitab hadits Al-Kamal karya Abdul Ghani Ali Abil Baqa' Khalid An-Nablisi, Syarah Muslim dan sebagian besar isi Al-Bukhari, beliau mempelajarinya dari Al-Muradi.

Beliau belajar ilmu fikih kepada Al-Qadhi 'Abu Ali Al-Fath, dan mendalami ilmu fikih kepada Imam Kamaludin Ishaq Al-Maghribi, Imam Syamsuddin Abdurrahman bin Nuh, dan Izzudin Umar bin As'ad Al-Arbali.

Murid-Murid An-Nawawi.

Banyak ulama yang berguru kepada An-Nawawi, antara lain Al-Qadhi Shadruddin Sulaiman Khatib Dariya, Syaikh Syihabuddin bin Ja'wan, Syaikh Alauddin bin Al-Aththar, Aminuddin Salim, Al-Qadhi Syihabuddin Al-Arbadi, Ibnu Al-'Aththar, Al-Mizzi dan Ibnu Abi Al-Fath.

Budi Pekerti An-Nawawi.

Imam Al-Isnawi rahimahullah berkata, “Beliau (An-Nawawi) banyak beramal, zuhud dan sabar dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Beliau tidak pernah memakan buah-buahan yang terdapat di Damaskus kerana terdapat syubat dan tipu daya. Beliau mengonsumi makanan pokok dari negara asalnya yang dikirim oleh kedua orangtuanya. Dalam sehari semalam, beliau hanya makan dan minum satu kali, saat malam sudah memasuki sepertiga terakhir atau setiap menjelang adzan subuh, beliau tidak meminum air es, seperti kebiasaan orang-orang Syam. Beliau belum pernah menikah dan sering begadang untuk beribadah dan menulis buku. Beliau tidak pernah gentar melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar, dengan bekal itu beliau menghadapi para penguasa dan pejabat-pejabatnya. Beliau mulai menulis buku pada tahun 660 hijriah.”

An-Nawawi memimpin Darul Hadits Al-Asyarafiyyah, menggantikan Abu Syamah, pada tahun 665. Beliau tidak sempat menimba maklumat apa pun yang ada di Darul hadits hingga akhir hayat beliau. Sedangkan beliau mengenakan baju dari bahan katun dan serban yang terbuat dari kulit yang disamak.

Di jenggotnya, tumbuh beberapa lembar uban, beliau selalu tampak tenang dan tenteram ketika membahas sebuah permasalahan bersama para ahli fikih dalam menghadapi perihal lainnya. Beliau tetap mempunyai sikap demikian hingga beliau pulang ke negera asalnya, lalu pergi berkunjung ke Al-Quds -semoga Allah menjadikannya kembali dibawah kekuasaaan kaum muslimin- dan Al-Khalil. Sepulangnya dari perjalanan beliau jatuh sakit dan dirawat di rumah kedua orangtuanya. Beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir pada malam Rabu, 24 Rajab tahun 676 Hijriah dan dikebumikan tanah kelahirannya.

Wafatnya An-Nawawi.

Imam An-Nawawi meninggal dunia di Nawa, di rumah keluarganya pada sepertiga malam terakhir, malam Rabu 24 Rajab 676 hijriah. Pada saat beliau wafat, kota Damaskus dan sekitarnya berguncang kerana tangisan dan duka kaum muslimin.

Al-Qathb Al-Yunini menceritakan bahwa saat kabar wafatnya An-Nawawi tersebar seluruh Damaskus, Qadhi Al-Qudhat 'Izzudin Muhammad bin Ash-Shaaigh dan beberapa jemaahnya menuju ke daerah Nawa, untuk mendirikan shalat jenazah di atas kubur beliau. An-Nawawi pernah berdoa kepada Allah agar diwafatkan di negara Palestina. Allah mengabulkan doanya. Lebih dari dua puluh penyair yang secara khusus mengarang syair sebagai ratapan terhadap kepergian An-Nawawi. Salah seorang di antara mereka adalah Ibnu Azh-Zhahir yang menulis bait syair amat panjang. Dalam intro syairnya, Ibnu Azh-Zhahir berkata,

Kesedihan begitu mencengkam, bencana membuncah, harapan panjang umurmu pun sirna setelah kematianmu. 

Engkau menjadi asing setelah dahulu engkau adalah teman terbaik, handai taulan dan seluruh alam merasa sedih kerana kehilanganmu.”

No comments:

Post a Comment

Syarah Riyadhus Shalihin Bab 78. Perintah Bagi Para Penguasa Untuk Bersikap Lembut Dan Kasih Sayang Terhadap Rakyat Serta Larangan Menipu Rakyat Atau Berlaku Keras Terhadap Mereka Juga Mengabaikan Keperluan mereka.

  Allah ﷻ berfirman : ۞وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ۞ “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman...