۞وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَوٰةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا۞
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakan shalat.”
(QS. Thâhâ: 20: 132)
Allah ﷻ berfirman:
۞يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا قُوْٓا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا۞
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(QS. At-Tahrîm: 66: 6)
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: أَخَذَ الْحَسَنُ بْنُ عَليًّ رَضِيَ اللهُ عَنْهٌمَا تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ الصَّدَقَةِ فَجَعَلَهَا فِي فِيهِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « کَجْ كَجْ، إِرْمِ بِهَا، أَمَا عَلِمْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ، » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Suatu hari Al-Hasan putera Ali radhiyallahu anhu mengambil sebutir kurma dari kurma-kurma sedekah, lalu memasukannya ke dalam mulutnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jangan, jangan keluarkanlah kurma itu!” Tidakkah kamu tahu bahwa (keluarga) kita tidak boleh makan harta sedekah.”
[Shahih Al-Bukhari no. 1491 dan Muslim no. 1069]
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sedekah itu tidak halal bagi keluarga kami.”
Penjelasan.
Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan bab, “Kewajiban memerintahkan keluarga, anak yang telah dewasa dan semua orang yang menjadi tanggungannya untuk taat kepada Allah, serta mendidik dan melarang berbuat yang haram.”
Keterkaitannya bahwa Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menyebutkan kewajiban seorang ayah memberikan nafkah zhahir kepada keluarga, ia juga menyebutkan kewajiban ayah untuk memberikan nafkah batin untuk keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Pertama kali yang harus diperintahkan dan diutamakan adalah shalat, sebagaimana firman Allah Ta'ala kepada Nabi-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.”
(QS. Thâhâ: 20: 132)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di suruh memerintahkan keluarganya untuk mendirikan shalat, istri, putra-putri pokoknya semua anggota keluarganya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya juga untuk bersabar terhadap mereka, menguatkan dirinya untuk selalu bersabar. Asal kata (اصْطَبِرْ) adalah (اصْتَبِرْ) ditambahkan huruf Ta di tengahnya berfungsi untuk menambahkan arti sabar.
Allah Ta'ala menyebutkan kisah Nabi Ismail ‘alaihissalam, bapak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kerana Nabi Ismail adalah salah satu dari kakek (moyang)nya, bahwa ia memerintahkan keluarganya untuk mendirikan shalat dan berzakat sehingga ia meraih ridha di sisi-Nya. Setiap orang bertanggung jawab terhadap keluarganya, dalam mendidik putra-putrinya, terutama setelah mereka dewasa. Adapun sebelum dewasa maka perintahkan mereka dengan sesuatu yang sesuai dengan daya tangkapnya.
Kemudian Imam An-Nawawi menyebutkan hadits Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, bahwasanya ia mengambil sebutir kurma sedekah dan ingin memakannya, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurnya, “Jangan, jangan.” Artinya kurma itu tidak boleh dimakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengeluarkan dari mulutnya, seraya bersabda, “Tidakkah kamu tahu bahwa (keluarga) kita tidak boleh makan harta sedekah.”
Keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh memakan harta hasil sedekah, kerana mereka adalah orang yang mulia. Sedekah dan zakat adalah kotoran manusia, tidaklah pantas jika kotoran manusia ini diambil oleh manusia yang paling mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pamannya Al-Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu anhu,
“Sesungguhnya kita adalah keluarga Muhammad, kita tidak boleh memakan harta hasil sedekah, kerana sedekah itu adalah kotoran manusia.”
[Shahih Muslim no. 1072]
Hadits ini menunjukkan bahwa setiap orang itu wajib mendidik anak-anaknya agar menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan, sebagaimana wajibnya mendidik mereka agar melaksanakan kewajibannya.
Hadits no. 299.
وَعَنْ ابِي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْأَسَدِ، رَبِيبِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُنْتُ غُلاَمً فِي حَجْرِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ تَعَالَى، وَكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ » فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
[Shahih Al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022]
Penjelasan.
Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan riwayat dari Abu Hafsh Umar bin Salamah radhiyallahu anhu, ia adalah anak tiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa ia makan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, anak istri Rasulullah Ummu Salamah radhiyallahu anha, bahwa ia makan bersama Rasulullah, kemudian tangannya berkeliling dalam piring hidangan, yakni tangannya bergerak ke kanan dan ke kiri, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai anakku, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari makanan yang terdekat denganmu.”
Tiga adab makan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada anak ini:
Pertama, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebutlah nama Allah,” yaitu tatkala mahu makan. Ketika seseorang ingin memulai makan, ia wajib membaca basmalah dan tidak boleh meninggalkannya, kerana jika lupa, maka setan akan ikut serta makan bersamanya. Musuh yang sangat dibencinya (setan) ikut serta makan bersamanya jika ia tidak membaca basmalah. Boleh menambahkan bacaan ini dengan sempurna, kerana makna, “Sammillah” adalah sebutan nama Allah.
Bacaan basmalah yang sempurna adalah lafazh, “Bismillahir-rahmaanirrahim” sebagaimana Allah Ta'ala dalam Kitab-Nya. Nabi Sulaiman alaihissalam menulis surat dengannya,
“Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman yang isinya. “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS. An-Naml: 27: 30)
Boleh membaca basmalah hanya “Bismillah” atau meneruskannya sampai “Arrahmaanirrahim.” Ada pun membaca basmalah tatkala menyembelih termasuk syarat sahnya menyembelih. Jika tidak membaca basmalah saat menyembelih, maka diharamkan kerana termasuk bangkai. Binatang yang disembelih tanpa membaca basmalah, seolah binatang itu mati tanpa disembelih
Sebagian ulama mengatakan, “Tidak harus mengucapkan, “Bismillahirrahmaanirrahiim,” kerana sekarang ia sudah ingin menyembelihnya dan dalam masalah ini pekerjaan itu mewakili ucapan, kerana binatang itu akan disembelih, ini dalil mereka tetapi dengan membaca basmalah juga tidak masalah.
Kedua, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Makanlah dengan tangan kananmu,” perintah ini hukumnya wajib, setiap orang wajib makan dan minum dengan mengunakan tangann kanannya, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan dan minum dengan tangan kiri, melalui sabdanya,
“Jika seseorang dari kalian makan maka makanlah dengan tangan kanannya dan jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena setan makan dan minum dengan tangan kirinya”
[Shahih Muslim no. 2020]
Setan makan dan minum dengan tangan kirinya dan kita dilarang untuk mengikuti langkah-langkah setan, sebagaimana firman Allah Ta'ala,
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar.”
(QS. An-Nûr: 24: 21)
Oleh kerana itu, pendapat yang kuat adalah wajib makan dan minum dengan tangan kanan, dan haram mengunakan tangan kiri. Di samping makan dan minum dengan tangan kiri itu merupakan kebiasaan setan, hal itu juga merupakan kebiasaan orang-orang kafir, kerana mereka makan dan minum dengan mengunakan tangan kirinya.
Sebagian orang ketika sedang makan, kemudian ingin minum, ia memegang gelas dengan tangan kirinya takut gelasnya kotor. Kita katakan, “Gelas itu hanya kotor dengan makanan bukan kotor dengan najis, tidak sulit untuk mencucinya.”
Anda memungkinkan memegangnya dari bawah di antara ibu jari dan telunjuk anda, menjadikannya seperti mata rantai (melingkar) hal ini tidak akan banyak mengotorinya, sehingga tidak ada alasan lagi bagi seseorang untuk minum dengan tangan kirinya, kerana masalah ini hukumnya haram, dan sesuatu yang haram itu tidak diperbolehkan, kecuali ketika darurat. Kondisi darurat itu misalnya tangan kanannya lumpuh atau terluka dan tidak kuat mengangkat ke mulutnya, seperti inilah yang disebut dengan darurat, kerana ia tidak dapat makan dan minum dengan mengunakan tangan kanannya.
Yang terpenting, jika kondisinya darurat, maka diperbolehkan seseorang minum dan makan dengan tangan kiri. Jika tidak, maka tidak ada alasan bagi seorang muslim makan dan minum dengan tangan kirinya.
Ketiga, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dan makanlah dari makanan yang terdekat denganmu,” maksudnya janganlah anda makan makanan yang berada di depan orang lain, tetapi makanlah makanan yang ada dekat denganmu, jika kamu mengambil makanan yang berada di depan orang lain, itu tidaklah sopan, maka makanlah makanan yang dekat denganmu! Kecuali jika makanan itu bermacam-macam, seperti mengambil daging di depan orang lain yang tidak ada di depanmu, maka hal itu tidaklah mengapa atau sajian makanannya dengan cara diputar dan sebagainya, maka diperbolehkan makan makanan yang tidak berdekatan dengannya.
Pelajaran yang dapat kita petik dari hadits ini adalah setiap orang wajib mengajarkan anak-anaknya tentang tata cara makan dan minum, mengajarkan apa yang hendaknya dibaca ketika makan dan minum, sebagaimana yang dilaksanakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap anak tirinya. Di dalamnya terdapat kemuliaan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pengajarannya, kerana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menghardik anak ini ketika ia berbuat demikian, tetapi mengajarinya dengan lemah-lembut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya, “Wahai anakku, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari makanan yang terdekat denganmu.”
Ketahuilah bahwa mendidik anak ini seperti mengajarkan tata cara makan ini tidak akan terlupakan, anak kecil tidak akan lupa apabila anda mengajarkan sejak kecil, berbeda apabila dewasa barangkali ia akan lupa jika anda ajarkan, atau bahkan ia menentang terhadap apa yang anda katakan. Tetapi selagi ia masih kecil lalu anda mengajarkannya maka ia akan cepat menerimanya. Barangsiapa yang takut kepada Allah dalam mendidik putra-putrinya maka mereka pun akan seperti itu, dan barangsiapa yang melalaikan hak putra-putrinya, maka mereka pun akan melalaikan hak (orang tua)nya tatkala ia membutuhkan mereka.
Hadits no. 300.
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهٌمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: « كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْإِمَامُ رَاعٍ، وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، والرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
“Setiap kalian adalah pemimpin dan tiap-tiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kalian. Seorang penguasa adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin terhadap rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pembantu adalah pemimpin atas harta tuannya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang kepemimpinannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai ertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
[Shahih Al-Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1829]
Hadits no. 301.
وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ جَدهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ: « مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أبْنَاءُ سَبْعِ سِنينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فيِ الْمضَاجِعِ». حَدِيثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإسْنَادٍ حَسَنٍ.
Daripada Amr bin Syu’aib, dari ayahnya dari datuknya radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika sudah berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka kerana meninggalkan shalat apabila sudah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan).”
[HR. Abu Dawud no. 495 dinilai Shahih, oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Al-Jami no. 5868, dan Shahih Abu Dawud no. 509]
Hadits no. 302
وَعَنْ أَبِي ثُرَيَّةَ سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ الْجُهَنِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « عَلِّمُوا الصَّبِيَّ الصَّلاَةَ لِسَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا ابْنَ عَشْرِ سِنِينَ » حَدِيثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ.
Daripada Abu Tsurayyah Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ajarilah anak-anak (kalian) mengerjakan shalat apabila sudah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kerana meninggalkan shalat apabila sudah berumur sepuluh tahun.”
[HR. Abu Dawud no. 494 dan At-Tirmidzi no. 407 dinilai Shahih, oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Abu Dawud no. 508 dan Shahih Al-Jami' no. 4026, 5867]
Dalam riwayat Abu Dawud dikatakan, “Perintahkanlah anak-anak (kalian) untuk mengerjakan shalat apabila sudah berumur tujuh tahun!”
Penjelasan.
Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan riwayat dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari datuknya radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika sudah berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka kerana meninggalkan shalat apabila sudah berumur sepuluh tahun.”
Hadits ini derajatnya Hassan dan dikuatkan dengan hadits yang lain dari Tsurayyah Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani radhiyallahu anhu, Ini bagian dari hak anak atas orang tuanya, yaitu memerintahkan mereka agar menunaikan shalat jika sudah berusia tujuh tahun, dan memukul mereka kerana meninggalkan shalat setelah berusia sepuluh tahun, dengan syarat mereka sihat akalnya.
Apabila mereka sudah berusia sepuluh tahun namun tidak berakal sihat, yakni akalnya terganggu (gila) maka mereka tidak diperintahkan untuk melakukan sesuatu apalagi dipukul, hanya saja mereka dididik agar tidak melakukan kerusakan, baik di rumah atau luar rumah.
“Dan pukullah mereka kerana meninggalkan shalat apabila sudah berumur sepuluh tahun.” Maksud memukul ini adalah pukulan mendidik dan tidak mencederakan. Tidak dibenarkan seorang ayah memukul anaknya sehingga melukainya atau memukulnya berulang-ulang diluar keperluan, jika memang terpaksa memukulnya misalnya anak itu tidak akan melaksanakan shalat kecuali kalau sudah dipukul, maka pukullah dengan pukulan yang tidak melukainya, tetapi dengan pukulan ringan. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memukul itu bukan untuk menyakiti tetapi untuk mendidik dan meluruskannya.
Dalam hadits ini terdapat isyarat yang menunjukkan argumen sebagian orang yang menyatakan dirinya sebagai pakar pendidikan, yang berpendapat bahwa tidak diperbolehkan memukul anak kecil di sekolah apabila mereka melakukan pelanggaran. Dalam hadits ini terdapat respon untuk mereka, sebagai bukti dari ketidakbenaran pemikirannya, bahwa pendapat mereka tidaklah benar, kerana sebagian anak-anak itu biasanya tidak peduli dengan ucapan nasehat, tetapi pukulan sangat berguna buat mereka. Jika mereka meninggalkan shalat tanpa adanya pukulan, mereka pasti akan menyia-nyiakan kewajibannya dan melalaikan pelajarannya. Maka, kita harus memukulnya agar mereka patuh terhadap aturan yang ada, dan melaksanakan hal-hal yang wajib bagi mereka. Jika tidak demikian, tentu akan terjadi kekacauan.
Seperti yang pernah kita bicarakan, bahwa pukulannya itu adalah pukulan untuk mendidik, bukan untuk menyakiti atau melukai. Pukullah dengan pukulan yang pantas untuknya, pukulan yang tidak melukainya, jangan melakukan hal-hal yang dilakukan oleh para guru pada masa lalu, mereka memukul dengan pukulan yang keras yang melukai, ia tidak peduli, seperti orang-orang yang mengklaim sebagai pakar pendidikan tetapi sebenarnya mereka jauh dari substansi pendidikan. Sebagian anak tidak cukup dengan kata-kata, tetapi pukulan menjadi lebih baik baginya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan