۞أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكَِتـٰبَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ۞
Allah ﷻ berfirman:
۞يَـٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ، كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ۞
Allah Ta'ala mengabarkan tentang kisah Nabi Syu'aib 'alaihissalam,
۞قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا ۚ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ۞
(QS. Hud: 11: 88).
Penjelasan.
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata tentang bab “Dahyatnya siksaan berlipat bagi orang yang memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran, tetapi ucapannya bertentangan dengan perbuatannya,” berdasarkan bab yang sebelumnya tentang wajibnya memerintahkan kebenaran dan mencegah kemungkaran, maka sangat cocok menyebutkan bab ini tentang dahsyatnya siksaan bagi orang yang memerintahkan kebaikan namun tidak melakukannya, atau melarang kemungkaran, namun ia melakukannya. Na' udzubillah. Barangsiapa yang kelakuannya seperti ini, maka tidaklah ada kebenaran dalam perintah dan larangannya, kerana jika ia benar dengan perintahnya, meyakini sepenuhnya bahwa apa yang ia perintahkan adalah baik dan bermanfaat, tentunya ia menjadi orang pertama yang akan melakukannya jika ia mahu berfikir. Demikian juga ketika ia melarang sesuatu kemungkaran, ia meyakini bahwa hal ini itu berbahaya, dan jika ia lakukan maka ia berdosa, tentunya jika ia berfikir, maka ia akan menjadi orang pertama yang meninggalkannya. Jika ia memerintahkan kebaikan dan tidak melakukannya, atau melarang keburukan namun justru ia yang melakukannya, maka diketahui dengan jelas bahwa apa yang dikatakannya itu tidak berpegang pada keyakinan (akidah), Na'udzubillah. kerananya Allah memungkiri hal ini dengan firman-Nya,
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-Baqarah: 2: 44)
Kata tanya di sini menunjukkan makna pengingkaran. Yakni, bagaimana kalian memerintahkan orang untuk berbuat kebaikan dan melupakan diri kalian (tidak melakukannya), sedangkan kalian membaca Al-Kitab, mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, tidaklah kalian berfikir? Pertanyaan ini untuk menghinakan, Allah berkata kepada mereka, “Bagaimana hal ini bisa terjadi pada kalian? Dimana akal kalian jika kalian benar-benar termasuk orang-orang yang jujur?” Contohnya, ada seseorang yang memerintahkan orang lain agar meninggalkan riba, akan tetapi justru dia yang bertransaksi secara riba, bahkan melakukan sesuatu yang lebih dahsyat dari riba, dia berkata kepada orang-orang, “Janganlah mengambil riba dalam transaksi bank,” kemudian ia pergi mengambil riba dengan rekayasa, makar dan tipu daya dan dia tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya berupa rekayasa, makar dan tipuan adalah dosa yang sangat besar, lebih berat dari orang yang mengambil riba dengan cara yang biasa. Kerananya Ayyub As-Sahtiyani rahimahullah berkata kepada orang yang berbuat rekayasa dan makar, “Sesungguhnya mereka menipu Allah sebagaimana mereka menipu anak-anak kecil, sekiranya mereka melakukannya dengan cara yang biasa, maka akan lebih ringan,” benarlah apa yang beliau katakan.
Demikian juga seseorang yang memerintahkan orang lain untuk shalat tetapi dirinya sendiri tidak shalat!! Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana ia memerintakan untuk mengerjakan shalat, dan ia memandang bahwa shalat itu baik, namun ia tidak melaksanakannya? Apakah ini masuk akal? Tidak masuk akal apalagi bila hal itu termasuk bagian dari agama, kerana hal itu bertentangan dengan akal sehat, itu merupakan kebodohan dalam agama, kita mohon keselamatan kepada Allah.
Allah Ta'ala berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak melakukan.” (QS: As-Saff: 61: 2-3)
“Wahai orang-orang beriman,” Allah berbicara kepada mereka dengan keimanan, kerana menurut keimanan, bahwa seseorang tidak boleh melakukan hal ini, jangan mengatakan sesuatu yang tidak dilakukannya, kemudian Allah menjelekan mereka dengan firman-Nya, “...Kenapa mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan.” Kemudian dijelaskan bahwa perbuatan tersebut dibenci oleh Allah, sangat dimurkai-Nya. Allah Ta'ala berfirman, “...Adalah dosa yang besar di sisi Allah, bahwa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan.” Lafazh Al-Maqt, para ulama mengatakannya sebagai kebencian yang sangat dari Allah. Allah sangat membenci seseorang yang melakukan hal ini, yakni mengatakan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya. Allah Ta'ala menjelaskan kepada hamba-Nya, bahwa yang demikian itu merupakan hal yang dimurkai-Nya, agar mereka menjauhinya. Kerana orang mukmin yang benar, mereka akan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah.
Allah Ta'ala berfirman,
“Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang dirinya.”
(QS. Hûd: 11: 88)
Sesungguhnya Nabi Syu'aib 'alaihissalam berkata kepada kaumnya, “Tidak mungkin bagiku untuk melarang kalian dari kesyirikan, melarang kalian dari mengurangi timbangan dan takaran sedangkan aku melakukannya juga, tidak akan mungkin selamanya, kerana para rasul alaihissalam, mereka orang yang paling banyak menasihati kebenaran, mereka orang yang paling memuliakan Allah, paling melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya, tidak mungkin mereka menyalahi apa yang mereka larang dengan mengerjakannya.”
Hadits 198.
وَعَنْ أَبِي زَيْدٍ أُسَامَةَ بْنِ حَارثَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهٌمَا، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: « يُؤْتَـى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ، فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ فِي الرَّحَا، فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّار فَيَقُولُونَ: يَا فُلاَنُ مَالَكَ؟ أَلَمْ تَكُ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُولُ: بَلَى، كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ، وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآَتِيهِ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
“Didatangkan seseorang pada hari Kiamat, kemudian ia dilemparkan ke dalam api neraka, maka terburailah isi perutnya dan ia berputar-putar dalam keadaan tersebut seperti seekor keledai yang berputar di penggilingan, maka berkumpullah padanya penduduk neraka, mereka berkata, “Ya Fulan, ada apa denganmu? Bukankah engkau dulu memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?”
Kemudian orang itu berkata, “Ya, dulu aku memerintahkan pada kebaikan, tetapi aku tidak melaksanakannya dan aku melarang dari kemungkaran, tetapi aku melaksanakannya.”
[Shahih Al-Bukhari no. 3267 dan Muslim no. 2989]
Penjelasan.
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam riwayat yang dinukilnya dari Abu Zaid Usamah bin Haritsah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Didatangkan seseorang pada hari kiamat, kemudian ia dilemparkan ke dalam api neraka, maka terburailah isi perutnya dan ia berputar-putar dalam keadaan tersebut seperti seekor keledai yang berputar di penggilingan, maka berkumpullah padanya penduduk neraka, mereka berkata, “Ya Fulan, ada apa denganmu? Bukankah engkau dulu memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?” Kemudian orang itu berkata, “Ya, dulu aku memerintahkan pada kebaikan, tetapi aku tidak melaksanakannya dan aku melarang dari kemungkaran, tetapi aku melaksanakannya.”
Hadits ini merupakan peringatan yang sangat keras terhadap orang yang memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran namun ucapannya itu bertentangan dengan perbuatannya.
Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Didatangkan seseorang pada hari kiamat.” Yakni malaikat mendatangkannya dan ia dilemparkan ke dalam api neraka, ia tidak dimasukkan dengan kelembutan tetapi dilemparkan sebagaimana dilemparkan batu ke dalam lautan, maka terburailah usus perutnya yakni isi perutnya. Lafazh Al-Aqtaaba itu benduk jamak dari Qutb, yaitu perut. Sedangkan makna Tandaliq, yaitu keluar dari perutnya disebabkan kerasnya lemparan, Na'udzu Billah Min Dzalik.
Kemudian ia berputar-putar dalam kondisi seperti itu, ibarat seekor keledai yang berputar di penggilingan, penyerupaan ini untuk penghinaan. Diserupakan dengan keledai yang berputar di penggilingan yaitu di penggilingan pada zaman dahulu sebelum ditemukannya alat penumbuk dari besi. Mereka menjadikan dua batu besar, kemudian melubangi tengah-tengahnya, lalu meletakkan biji-bijian yang ingin ditumbuk di atasnya, dan terdapat kayu yang diikatkan pada punggung keledai, kemudian keledai itu pun berputar di penggilingan tersebut, dengan berputarnya penggilingan, maka biji-bijian tersebut menjadi halus. Maka lelaki yang dilemparkan ke dalam neraka ini, dia berputar dalam keadaan perut yang terburai -Na'udzu Billah Min Dzalik- seperti berputarnya keledai di penggilingan, maka berkumpullah penduduk neraka menghampirinya, mereka berkata, “Ya Fulan, ada apa denganmu? Bukankah engkau dulu memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?” Kemudian orang itu berkata, “Ya, dulu aku memerintahkan pada kebaikan, tetapi aku tidak melaksanakannya dan aku melarang dari kemungkaran, tetapi aku melaksanakannya.” Ia memerintahkan kepada orang, “Shalatlah kamu.” Tetapi ia tidak shalat. Ia berkata kepada mereka, “Berzakatlah dengan harta kalian,” tetapi ia tidak berzakat, kemudian ia berkata, “Berbuat baiklah kepada kedua orang tua kalian,” namun ia tidak berbuat baik kepada orangtuanya, demikianlah seterusnya, ia memerintahkan kebaikan tetapi ia tidak melaksanakannya.
Demikian juga, ia berkata kepada orang-orang, “Janganlah melakukan ghibah, jangan makan riba, jangan menipu dalam jual beli, jangan berbuat buruk pada keluarga, jangan berbuat buruk pada tetangga.” Dan lain sebagainya dari hal-hal yang diharamkan yang dia larang. Tetapi ia justru melakukannya, -Na'udzu Billah- ia menjual dengan riba, berbuat kecurangan, berbuat jelek pada keluarga, berbuat jelek pada tetangga dan sebagainya, sedangkan ia dalam kondisi memerintahkan kebaikan tetapi tidak melaksanakannya, melarang dari kemungkaran tetapi justru ia yang melaksanakannya. Kemudian ia disiksa dengan siksaan ini, penuh dengan penderitaan. Sesuatu yang wajib bagi seseorang adalah ia memulai pada dirinya sendiri, memerintahkannya pada kebaikan, dan mencengahnya dari kemungkaran. Kerana orang yang paling besar haknya atas kamu setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah diri kamu sendiri. Seperti perkataan seorang penyair,
“Mulailah dengan dirimu, kerana sesungguhnya dirimu adalah yang kamu tuju, jika kamu telah selesai dari itu, jadilah kamu seorang yang bijak.”
Yakni, mulailah dengan dirimu, kemudian berusahalah untuk sehati saudaramu, perintahkan mereka pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran supaya menjadi orang-orang yang shalih dan berbuat kebaikan. Saya memohon kepada Allah untuk menjadikanku dan kalian termasuk dari golongan orang-orang yang shalih dan melakukan kebaikan. Sesungguhnya Dialah Dzat Yang Mahadermawan lagi Mahamulia.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan