۞مَّن يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُن لَّهُ نَصِيبٌ مِّنْهَا۞
“Barangsiapa yang memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bahagian pahala daripada-Nya.”
(QS. An-Nisâ: 4: 85)
Hadits 246.
وَعَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاهُ طَالِبُ حَاجَةٍ أَقْبَلَ عَلَى جُلَسَائِهِ فَقَالَ: « اِشْفَعُوا تُؤْجَرُوا وَيَقْضِي اللهُ عَلَى لِسَانِ نَبِيَهِ مَا أَحَبَّ » مّتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
“Berilah pertolongan maka kalian akan diberi pahala, dan Allah akan memenuhi atas lisan (apa yang dikatakan) Nabi-Nya, apa pun yang disukainya.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Apa yang ia kehendaki.”
[Shahih Al-Bukhari no. 1432, 6027 dan Muslim no. 2627]
Hadits 247.
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهٌمَا فِي قِصَّة بَرِيرَةَ وَزَوْجِهَا. قَالَ: قَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « لَوْ رَاجَعْتِهِ ؟ » قَالتَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ تأْمُرُنِي؟ قَالَ: « إِنَّمَا أََشْفَعُ » قَالَتْ: لَا حَاجَةَ لِي فِيهِ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
Barirah bertanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau memerintahkanku?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku hanya memberi pertolongan.”
Barirah pun berkata, “Aku tidak membutuhkan dia lagi.”
[Shahih Al-Bukhari no. 5283]
Penjelasan.
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam Bab, “Syafaat.” Yang dimaksudkan dengan syafaat yaitu menjadi penengah bagi yang lain, untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudharat.
Contoh yang pertama, kamu menjadi penengah juga seseorang yang mempunyai urusan dengan orang lain untuk membantu urusannya.
Contoh yang kedua, kamu menolong seseorang agar urusannya dengan orang lain agar ia memaafkan kesalahannya, sehingga terhindarlah ia dari kemudharatan.
Misal yang demikian di akhirat; sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan syafaat kepada orang-orang di padang Mahsyar, supaya mereka diproses, tatkala mereka ditimpa kesulitan dan kesusahan yang mereka hampir tidak sanggup memikulnya, inilah syafaat untuk menolak kemudharatan. Misalnya syafaat untuk mendatangkan kemanfaatan; sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan syafaat kepada penduduk surga agar mereka masuk ke dalam surga. Yang dimaksud dengan syafaat dalam perkataan Imam An-Nawawi rahimahullah ini adalah syafaat di dunia, bahwasanya seseorang memberikan syafaat kepada orang lain di sisi orang lain untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudharat.
Macam-macam Syafaat.
1. Syafaat yang diharamkan, tidak diperbolehkan yaitu memberikan syafaat kepada seseorang yang wajib atasnya pelaksanaan hukuman setelah perkaranya sampai kepada pemimpin. Maka syafaat seperti ini diharamkan, tidak dibolehkan. Misalnya ada seseorang yang dikenal sanksi potong tangan kerana ia mencuri, kemudian sampailah perkaranya itu kepada pemimpin atau wakilnya, lalu seseorang yang ingin menolongnya dari perkara mencuri itu agar tidak dipotong tangannya, maka syafaat seperti ini diharamkan, diingkari oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pengingkaran yang jelas. Yang demikian itu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong tangan perempuan dari suku Mahzumiyah, seorang perempuan dari bani Mahzum dari kabilah Arab yang terhormat. Bahwasanya dia meminjam suatu barang kemudian ia mengingkarinya. Yakni ia meminjam satu barang untuk dipergunakannya kemudian setelah itu ia mengingkari bahwa ia telah meminjam sesuatu. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan memotong tangannya. Kemudian orang-orang Quraisy memberikan perhatian tentang masalah ini, mereka berkata, “Seorang perempuan dari bani Mahzum dipotong tangannya? Ini adalah aib yang besar, siapa yang mahu memberikan pertolongan untuk kita kepada Rasulullah?” Mereka berpendapat bahwa orang yang paling sesuai dalam hal itu adalah Usamah bin Zaid bin Haritsah.
Usamah bin Zaid bin Haritsah adalah anak dari budak yang dimerdekakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kerana Zaid bin Haritsah adalah budak yang dihadiahkan oleh Khadijah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakannya dan baginda sangat mencintainya juga mencintai anaknya Usamah. Kemudian Usamah pergi kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia hendak memberikan syafaat kepada perempuan ini agar tangannya jangan dipotong. Maka bersabdalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kamu akan memberikan syafaat dari hukuman-hukuman Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan ini dengan maksud mengingkari perbuatan Usamah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dan berkhutbah di hadapan orang-orang dan bersabda, “Wahai kalian semua, sesungguhnya telah hancur orang-orang sebelum kalian, apabila orang yang mulia di antara mereka melakukan pencurian, maka mereka membiarkannya (tidak menghukumnya). Apabila yang mencuri itu orang yang lemah di antara mereka, barulah mereka menegakkan hukumannya. Demi Allah, aku bersumpah kepada Allah, jikalau sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka akan aku potong tangannya.”
[Shahih Al-Bukhari no. 3475, 3733, 4304 dan Muslim no. 1688]
Kemuliaan dan nasab perempuan Mahzumiyah ini berada di bawah Fatimah, namun demikian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jikalau Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku akan potong tangannya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu akan menutup pintu syafaat dan perantaraan dalam masalah hukum jika sudah sampai pada pengadilan (imam).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa syafaatnya mencegah untuk melakukan had (hukum-hukum) Allah, maka ia telah menentang Allah dengan tidak melaksanakan perintah-Nya (yakni pelaksanaan had).”
[As-Shahihah no. 437 dishahihkan Syaikh Al-Albani rahimahullah]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika perkara hudud telah sampai pada penguasa, maka Allah akan melaknat orang yang memberi syafaat dan yang diberi syafaat.”
[Sandnya Dhaif; dikeluarkan oleh Ad-Daruquthni no. (3/205), Ath-Thabrani dalam Awsath no. (2/380) dari hadits Az-Zubir, didalamnya ada keterputusan sanad, demikian pula ada Abdurrahman bin Abi Az-Zanad dan ia adalah seorang yang dhaif]
Ketika selendang Sufyan bin Umayyah dicuri, dimana ia menjadikannya sebagai bantal di masjid, tiba-tiba datanglah seseorang dan mencurinya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong tangan sang pencuri -lihatlah apa yang ia curi! Hanya sehelai selendang, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong tangannya- maka berkatalah Sufyan bin Umayyah, “Ya Rasulullah, aku tidak menginginkan selendangku -yakni aku mengasihani pencuri ini dan aku menyafaatinya agar engkau tidak memotong tangannya.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kenapa hal ini tidak terjadi sebelum engkau mendatangkannya padaku?”
(didalam Shahih Ibnu Majah no. 2103 dan Al-Irwa no. 2317 dishahihkan Syaikh Al-Albani rahimahullah) yakni jika kamu mengampuninya sebelum kamu mendatangkannya kepadaku, maka hal itu adalah urusanmu, akan tetapi jika perkara ini sudah sampai kepada pemimpin, maka hukum harus ditegakkan dan diharamkan syafaat di dalamnya.
Kedua, seseorang memberikan syafaat terhadap sesuatu yang diharamkan, seperti memberikan syafaat kepada seseorang yang melakukan kejahatan terhadap saudaranya. Misalnya saya mengetahui bahwa lelaki ini ingin melamar seorang perempuan yang sudah dilamar oleh orang lain, sedangkan perempuan yang sudah dilamar tidak diperbolehkan bagi orang lain untuk melamarnya. Kemudian lelaki ini pergi kepada orang lain dan berkata, “Wahai Fulan, saya ingin kamu memberikan syafaat (pertolongan) kepadaku terhadap orang tua perempuan ini agar mereka menikahkannya padaku.” Sedangkan dia mengetahui bahwa perempuan ini sudah dilamar, maka tidak boleh baginya memberikan syafaat kepada orang itu, kerana syafaat seperti ini diharamkan. Syafaat yang diharamkan adalah syafaat dalam hal tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
Allah Ta'ala berfirman,
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma'idah: 5: 2)
Di antara contohnya yang lain adalah seseorang mendatangi orang lain, kemudian ia berkata, “Ya Fulan, sesungguhnya aku ingin membeli rokok dari si Fulan, kemudian aku telah menawarkan sekian dan ia menolaknya kecuali dengan harga sekian lebih mahal dari harga yang kutawarkan padanya, maka aku ingin agar kamu memberikan syafaat padaku atas orang itu agar menjualnya padaku dengan harga yang murah.” Pada yang demikian ini kamu tidak boleh memberinya syafaat, kerana ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.
Ketiga, syafaat pada sesuatu yang diperbolehkan dan ini tidaklah mengapa, ia akan mendapat pahala. Misalnya ada seseorang yang mendatangi orang lain untuk menawarkan rumahnya, kemudian orang itu berkata, “Harga ini terlalu murah.” Maka pergilah orang yang menawar tersebut kepada orang yang ketiga dan berkata, “Ya Fulan, berikanlah syafaat kepadaku atas pemilik rumah itu agar ia mahu menjualnya kepadaku.” Kemudian pergilah orang ketiga itu dan memberikan syafaat baginya. Maka ini dibolehkan, bahkan ia mendapatkan pahala. Kerana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika datang kepadanya orang yang memiliki hajat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada sahabat-sahabatnya dan berkata, “Berilah syafaat maka kalian mendapatkan pahala.” Allah memutuskan apa yang Dia kehendaki melalui lisan Nabi-Nya. Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabatnya agar memberikan syafaat kepada orang yang membutuhkan.
Contoh lain, misalnya jika ada hak seseorang yang wajib atasmu, dan kamu melihat bahwa bila kamu melepaskan diri dari hal tersebut, barangkali ia akan meremehkanmu di kemudian hari dan merendahkan kehormatanmu, maka di sini tidaklah mengapa kamu mengatakan misalnya kepada sebagian orang, “Berilah syafaat kepada orang ini di sisiku.” Sehingga tampaklah kamu pada posisi yang kuat, kamu tidak dianggap pengecut di depannya dan maksudnya pun tercapai. Yang terpenting bahwa syafaat pada selain perkara yang diharamkan merupakan bentuk kebaikan kepada orang lain, sebagaimana firman Allah Ta'ala,
“Barangsiapa memberikan pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian (pahala)nya.”
(QS. An-Nisâ: 4: 85)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan