Sabtu, 27 April 2019

Syarah Riyadhus Shalihin (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin). Bab 37. Menginfakkan Harta Yang Dicintai Dan Yang Baik.

Allah ﷻ berfirman:
۞لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ۞
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta yang kamu cintai.” 
(QS. Âli 'Imrán: 3: 92)

Allah ﷻ berfirman:
۞يَـٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَـٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ۞
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebahagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan. (QS. Al-Baqarah: 2: 267)

Hadits no. 297.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ أَبُو طَلْحَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَكْثَرَ الْأَنْصَارِ بِالْمَدِيْنَةِ مَالاً مِنْ نَخْلٍ، وَكَانَ أَحَبُّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرَحَاءَ، وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ رَسُولُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيْهَا طَيِّبٍ قَالَ أَنَسٌ: فَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: { لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّونَ } قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ اللهَ تَعَالَى أَنْزَلَ عَلَيْكَ { لَنْ تَنَالُوْا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّوْنَ } وَإِنَّ أَحَبَّ مَالِي إِلَيَّ بَيْرَحَاءَ، وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلّٰهِ تَعَالَى أَرْجُوْ بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللهِ تَعَالَى، فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللهِ حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « بَخٍ، ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ، ذَلِكَ مَالٌ رَابِِحٌ، وَقَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ، وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِيْنَ » فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ: أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَسَّمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ، وَبَنِي عَمِّهِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Anas radhiyallahu anhu, dia berkata, “Abu Thalhah radhiyallahu anhu adalah seorang sahabat Anshar yang terkaya di Madinah dengan pohon kurmanya. Harta yang paling disukainya adalah kebun Bairaha yang letaknya mengadap masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering masuk ke dalam kebun itu dan minum air bersih yang ada di dalamnya.” 

Anas berkata, “Ketika turun ayat, “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta yang kamu cintai.” (QS. Âli 'Imrán: 3: 92) lalu Abu Thalhah radhiyallahu anhu datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala menurunkan ayat kepadamu, “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta yang kamu cintai.” Dan harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha ini, maka kebun ini aku sedekahkan kerana Allah Ta'ala dengan harapan menjadi amal kebaikan dan simpanan di sisi Allah Ta'ala, maka pergunakanlah wahai Rasulullah sesuai petunjuk Allah kepada engkau.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagus, itu adalah harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang kamu katakan itu, menurutku sebaiknya bagikan kebunmu itu kepada sanak kerabatmu.” Abu Thalhah berkata, “Wahai Rasulullah, aku akan melaksanakan petunjukmu.”

Kemudian Abu Thalhah membahagi-bahagikan kebun itu kepada sanak kerabatnya dan anak paman (keponakan)nya.

[Shahih Al-Bukhari no. 1461 Muslim no. 998]

Penjelasan.

Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan bab, Menginfakkan Harta Yang Dicintai Dan Yang Baik.” Setelah Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan kewajiban menafkahi istri dan kerabat terdekat, ia juga menyebutkan bahwa setiap orang hendaklah memiliki semangat dan cita-cita tinggi, yaitu menginfakkan harta yang paling ia sukai. Ada perbedaan antara harta yang baik dan harta yang paling ia sukai. Kebanyakan orang tidak mencintai hartanya kecuali yang terbaik, tetapi terkadang hatinya selalu terkait harta dengan hartanya yang bukan terbaik. Apabila ia menginfakkan hartanya yang terbaik yang dicintai oleh kebanyakan orang dan dari harta yang dicintai oleh dirinya sendiri walaupun harta itu bukan yang terbaik, maka hal itu sebagai bukti kejujuran hatinya dalam menginfakkannya di jalan Allah.

Oleh kerananya, mendermakan harta ini dinamakan dengan sedekah, kerana menunjukkan kejujuran orang yang mengeluarkannya. Hendaknya setiap orang menyedekahkan hartanya yang terbaik dan yang paling disukainya, sehingga ia jujur dalam mempersembahkan harta yang dicintai Allah daripada harta yang disukai oleh hawa nafsunya.

Kemudian Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dua firman Allah Ta'ala, Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta yang kamu cintai.” Al-Birr artinya kebajikan yang melimpah, Al-Birru diartikan juga dengan tanah yang kosong dan yang luas. Maka Al-Birr adalah kebaikan yang melimpah, maksudnya anda tidak akan memperoleh kebaikan yang berlimpah dan derajat orang-orang yang shalih sehingga anda menginfakkan harta yang paling anda cintai.

Semua harta itu pasti disukai, tetapi ada sebahagian harta yang paling disukai, jika anda menginfakkannya, maka itu menunjukkan bahwa anda adalah orang yang jujur, dan dengannya anda mendapatkan derajat orang-orang yang shalih.

Firman Allah Ta'ala, “Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mahu mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya.” Al-Khabiits itu dikatakan sebagai harta yang buruk, pekerjaan yang keji dan dikatakan juga sebagai sesuatu yang haram.

Dikatakan sebagai harta yang buruk berdasarkan firman Allah Ta'ala, Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mahu mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya.” (QS. Al-Baqarah: 2: 267) Awal ayat ini adalah, Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebahagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.Harta yang keluar dari bumi itu ada yang baik dan ada yang buruk, dan firman Allah Ta'ala, “Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk.Maksudnya jangan kalian sengaja memilih yang buruk untuk kalian infakkan, “Padahal kamu sendiri tidak mahu mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya.Maksudnya seandainya yang berhak menerima itu kamu, maka kamu tidak akan mengambilnya, kecuali dengan cara memejamkan mata dan terpaksa, bagaimana kalian tega memberikan harta yang buruk sedangkan kalian sendiri enggan untuk mengambilnya.

Ini merupakan pengambilan dalil dengan sesuatu yang ia sendiri mengakuinya, kerana ia sendiri tidak mahu mengambil harta yang buruk, maka bagaimana ia tega memberikan harta yang buruk itu?

Al-Khabiits yang berarti sesuatu yang buruk, hal ini sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjuluki bawang merah dan bawang bakung sebagai tumbuhan yang buruk, kerana baunya yang tidak sedap, bahkan seorang yang memakannya dan masih tersisa bau di mulutnya dilarang masuk masjid, baik untuk shalat atau selainnya. Kerana masjid itu penuh dengan malaikat, apabila ia masuk ke masjid maka hal itu dapat mengganggu para malaikat. Malaikat itu makhluk yang baik dan orang-orang yang baik itu untuk kawan-kawan yang baik pula. Perbuatan dan sesuatu yang buruk sangatlah tidak disukai. Apabila anda masuk ke dalam masjid, sedangkan aroma anda tidaklah baik, maka anda telah mengganggu keberadaan malaikat.

Pada masa Rasulullah, ada seorang yang masuk ke masjid setelah memakan bawang bakung atau bawang merah, kemudian para sahabat mengusirnya hingga ke Baqi', anda tahu betapa jauhnya ke Baqi' dengan masjid Nabawi, ia diusir ke Baqi' tidak boleh mendekat ke masjid.

Sangat disayangkan bahwa sebagian orang -kita memohon hidayah dan penjagaan kepada Allah- setelah ia merokok dan menghisap syisyah, ia datang ke masjid, sedangkan bau rokok dan syisyah masih melekat di mulut dan bajunya. Semua orang tidak menyukai bau ini, bahkan sebagian orang tidak bisa shalat di samping orang ini. Mereka itu dilarang masuk ke masjid selama aroma tidak sedap ini masih melekat di badannya.

Begitu juga bau badan yang tidak sedap, seperti bau ketiak. Kerana aroma tidak sedap ini sangat mengganggu jamaah. Maka, ia tidak boleh masuk masjid selama bau tidak sedap ini masih melekat di badannya.

Segala puji bagi Allah. Ini termasuk salah satu musibah, jika orang mengalami ujian ini maka janganlah ia mengatakan, “Bagaimana aku dilarang masuk ke masjid,” ini adalah ujian dari Allah Ta'ala, tahanlah dirimu, janganlah masuk ke dalam masjid, janganlah kamu mengganggu keberadaan jamaah dan malaikat, berusahalah sekuat tenaga untuk menghilangkan bau tidak sedap ini, baik dengan bersuci atau dengan memakai minyak wangi yang dapat menghilangkan aroma tidak sedap ini, dan dengannya engkau dapat menanggulangi aroma ini  maka janganlah sampai tercium dari dirimu selain aroma yang mewangi.

Al-Khabiits yang berarti pekerjaan tidak terpuji, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Hasil jual beli anjing adalah keji, hasil usaha pezina adalah keji, dan upah tukang bekam juga keji.”

[Shahih Muslim no. 1568]

Bekam adalah mengeluarkan darah dengan suatu alat, upah tukang bekam ini tidaklah terpuji, namun tidak diharamkan, Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata, 

“Sesungguhnya upah tukang bekam tidaklah haram. Seandainya upah tersebut haram, tentu Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memberikan upah tersebut pada tukang bekam.”

[Shahih Al-Bukhari no. 2103, 2278, 2279]

Seandainya upah tukang bekam ini diharamkan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memberi upahnya ini, kerana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan pernah menyetujui dan membantu perbuatan haram. Hal ini hanyalah sebatas upah tukang bekan yang tidak terpuji dan hendaknya dihindari, ia membekam orang yang membutuhkannya itu dengan cuma-cuma.

Al-Khabiits yang berarti barang haram adalah firman Allah Ta'ala,

“Dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka.” (QS. Al-A'râf: 7: 157)

Yaitu diharamkan bagi mereka hal-hal yang buruk (Al-Khabiits); yakni lawan dari hal-hal yang baik (Ath-Thayyibat), seperti bangkai, daging babi, khamer dan sebagainya. Maksud ayat ini, bahwa tidaklah diharamkan kecuali sesuatu yang buruk, hal ini bukan berarti setiap yang buruk diharamkan, kerana kita tahu kata Al-Khabiits itu mempunyai banyak arti, tetapi mengandung arti bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengharamkan sesuatu kecuali yang buruk. Kesimpulannya, bahwa Allah Ta'ala melarang seseorang memilih hartanya yang buruk untuk disedekahkan, dan menganjurkan agar berinfak dengan hartanya yang terbaik.

Kemudian Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan hadits Abu Thalhah, suami Ummu Anas radhiyallahu anhu, ia adalah seorang sahabat Anshar yang paling banyak memiliki perkebunan. Ada salah satu perkebunannya yang menghadap ke masjid Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan terdapat sumber air yang segar. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sering datang ke kebun itu dan meminum air darinya, tatkala turun ayat, “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta yang kamu cintai.Abu Thalhah bergegas datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala menurunkan ayat kepadamu, Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta yang kamu cintai.Dan harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha ini, maka kebun ini aku sedekahkan kerana Allah Ta'ala dengan harapan menjadi amal kebaikan dan simpanan di sisi Allah Ta'ala, maka pergunakanlah wahai Rasulullah sesuai petunjuk Allah kepada engkau.” Kemudian dengan penuh rasa takjub Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Bagus, itu adalah harta yang menguntungkan!” 

Benar apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, betapa banyak kebaikan yang akan dihasilkan dari harta ini, apabila satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat hingga tidak terhingga? Benar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Bagus, itu adalah harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang kamu katakan itu, menurutku sebaiknya bagikan kebunmu itu kepada sanak kerabatmu.” Yaitu kerabat-kerabatmu, kemudian Abu Thalhah membahagi-bahagikan hartanya kepada karib kerabat dan anak-anak pamannya.

Insyallah kita akan bahas beberapa pelajaran dari hadits ini. Kita sangat kagum dengan semangat para sahabat radhiyallahu anhum dalam menunaikan kebaikan. Ibnu Umar radhiyallahu anhu jika hatinya mulai mencintai sesuatu barang, maka ia segera menyedekahkannya, demi meraih keuntungan yang besar yang akan dia terima di hadapan matanya. Harta yang ada pada diri kita itu adakalanya akan sirna atau anda sendiri yang akan menghilangkannya, dan tidak lepas dari dua perkara, apakah dia yang akan berpaling dari anda ataukah sebaliknya, tetapi harta yang kita infakkan itulah yang akan tetap menjadi milik kita selamanya. Kita mohon kepada-Nya agar menolong dan menghindarkan kita dari kekikiran.

Hakikatnya harta yang anda miliki adalah apa yang anda infakkan. Keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyembelih seekor kambing lalu menyedekahkannya, kecuali bahagian pundaknya, kemudian datanglah Rasulullah shallalla ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang tersisa darinya?” Aisyah radhiyallahu anha menjawab, “Tidak ada yang tersisa (karena telah disedekahkan) melainkan bahagian pundaknya (saja).” Mereka menyedekahkan semuanya kecuali bahagian pundaknya saja, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semuanya tidak tersisa kecuali bahagian pundaknya.” 

[Hadits Hassan, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2470, Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya no. (1595), Al-Bukhari dalam Tarikh Al-Kabir (4/230), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/151) dari jalan Abu Ishaq dari Abu Maisarah dari Aisyah marfu'. Telah banyak perawi meriwayatkan hadits ini dari Abu Ishaq di antaranya adalah Israil, Sufyan, Yusuf bin Abu Ishaq, semuanya di keluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Ishaq.]

Maksudnya daging yang kalian makan itulah yang hilang, sementara daging yang kalian infakkan tetap abadi menjadi milik kalian. Kesimpulannya, bahwa para sahabat itu memiliki perhatian yang begitu tinggi, mereka mengetahui kapasitas dunia dan harta. Harta yang mereka infakkanlah yang akan kekal, harta yang mereka sisakan itulah yang akan sirna. Kita mohon kepada-Nya semoga menghindarkan diri kita dari kekikiran, rasa pengecut dan kemalasan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Syarah Riyadhus Shalihin Bab 78. Perintah Bagi Para Penguasa Untuk Bersikap Lembut Dan Kasih Sayang Terhadap Rakyat Serta Larangan Menipu Rakyat Atau Berlaku Keras Terhadap Mereka Juga Mengabaikan Keperluan mereka.

  Allah ﷻ berfirman : ۞وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ۞ “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman...