Isnin, 1 April 2019

Syarah Riyadhus Shalihin (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin). Bab 39. Hak Jiran Tetangga Dan Wasiat Berbuat Baik Kepada Mereka.

Allah ﷻ berfirman:
۞وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ۞
Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua; dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa, dan kaum kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin dan jiran tetangga yang dekat, dan jiran tetangga yang jauh, dan rakan sejawat dan orang musafir yang terlantar dan juga hamba yang kamu miliki.” (QS. An-Nisa: 4: 36)

Hadits no. 303
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ وَعَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهٌمَا قَالَا: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Ibnu Umar dan Aisyah radhiyallahu anhuma mereka berdua berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

Malaikat Jibril selalu berpesan kepadaku untuk senantiasa berbuat baik pada tetangga, sehingga aku menyangka bahwa tetangga itu akan ikut mewarisinya.” 

[Shahih Al-Bukhari no. 6014, 6015 dan Muslim no. 2624, 2625]

Hadits no. 304
وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « بَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً، فَأَكْثِرْ مَاءَهَا، وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ » رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Daripada Abu Dzar radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak makanan yang berkuah, maka perbanyaklah kuahnya dan berikanlah tetanggamu.

[Shahih Muslim no. 2625]

Dan dalam riwayat Muslim yang lain, diriwayatkan daripada Abu Dzar, dia berkata, “Sesungguhnya kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kamu memasak makanan yang berkuah, maka perbanyaklah kuahnya, kemudian perhatikanlah tetangga-tenggamu dan berilah mereka dengan cara yang baik.”

[Shahih Muslim no. 2526]

Hadits no. 305.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ » قِيلَ: مَنْ يَا رُسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: « الَّذي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

Demi Allah, seseorang belum boleh dikatakan sempurna imannya, demi Allah, seseorang belum boleh di katakan sempurna imannya.” Ada seorang sahabat bertanya, Siapakah orang itu, wahai Rasulullah?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Orang yang tetangganya tidak aman kerana gangguannya.

[Shahih Al-Bukhari no. 6016 dan Muslim no. 46]

Dalam riwayat muslim di katakan, Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman kerana gangguannya.

[Shahih Muslim no. 36]

Hadits no. 306
وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلُّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Wahai para wanita Muslimah! Janganlah kalian merasa hina untuk memberi sesuatu kepada tetangga kalian, walaupun hanya kikil kambing.”

[Shahih Al-Bukhari no. 2566, 6017 dan Muslim no. 1030]

Hadits no. 307
وَعَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « لَا يَمْنَعْ جَارٌ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِي جِدَارِهِ » ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: مَالِي أَرَاكُمْ عَنْهَا مُعْرِضِينَ، وَاللَّهِ لَأَرْمِيَنَّ بِهَا بَيْنَ أَكْتَافِكُمْ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya yang akan meletakkan kayu pada dindingnya.” (untuk mengukuhkan atap dan lain-lain) Kemudian Abu Hurairah berkata, “Kenapa kalian masih mengabaikan tuntunan ini, demi Allah, aku akan memikulkannya di atas pundak-pundak kalian.”

[Shahih Al-Bukhari no. 2463 dan Muslim no. 1609]

Hadits no. 308
وَعَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْرََا أَوْ لِيَسْكُتْ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaknya tidak menggangu (menyakiti) tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah dia memuliakan tetamunya dan barangsiapa beriman kepada Allah  dan hari akhirat, hendaklah dia berkata yang baik atau kalau tidak hendaklah dia diam.

[Shahih Al-Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 46]

Hadits no. 309
وَعَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْخُزَاعِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:« مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ، وَمنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرََا أَوْ لِيَسْكُتْ » رَوَاهُ مُسْلِمٌ بِهَذَا اللّفْظِ، وَرَوَى الْبُخَارِيُّ بَعْضَهُ.
Daripada Abu Syuraih Al-Khuza’i radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah dia melakukan kebaikan kepada tetangganya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah dia memuliakan tetamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah dia berkata yang baik, atau kalau tidak, hendaklah dia diam.

[Shahih Al-Bukhari no. 6476 dan Muslim no. 48]

Hadits no. 310
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلَتُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ، فَإِلَى أَيِّهمَا أُهْدِى؟ قَالَ: « إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابََا » .رَوَاهُ البُخَارِيّ.
Daripada Aisyah radhiyallahu anha dia berkata, “Aku bertanya, Wahai Rasulullah, Sesungguhnya aku mempunyai dua tetangga, maka siapakah yang harus aku dahulukan di antara mereka?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, Kepada tetangga yang lebih dekat pintunya denganmu.

[Shahih Al-Bukhari no. 2259, 6020, 2595]

Hadits no. 311
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهٌمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «خَيْرُ الْأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى خَيْرُهُمْ لِصَـاحِبِهِ، وَخَيْرُ الْجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ » رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيثٌ حَسَنٌ.
Daripada Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Sebaik-baik teman di sisi Allah Ta'ala adalah orang yang paling baik terhadap temannya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah Ta'ala adalah orang yang paling baik terhadap tetangganya.

[HR. At- Tirmidzi no. 1944. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Al-Mufrad karya Syaikh Al-Albani no. 84, Shahih Al-Jami’ dan Silsilah Ash-Shahihah no. 103]

Penjelasan.

Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan bab, Hak Jiran Tetangga Dan Wasiat Berbuat Baik Kepada Mereka.” Tetangga adalah rumah yang bersebelahan atau dekat dengan rumah anda. Menurut sebagian atsar, bahwa termasuk tetangga adalah empat puluh rumah dari setiap isinya, tentu yang disebut tetangga adalah rumah yang menempel dengan rumah kita. Adapun yang berada di belakang rumah kita jika memang hadits ini shahih disebut juga sebagai tetangga. Jika tidak shahih, maka kembalikan kepada tradisi yang ada, rumah yang dianggap bertetangga oleh kebanyakan orang, maka ia disebut tetangga.

Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan ayat, “Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua; dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa, dan kaum kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin dan jiran tetangga yang dekat, dan tetangga yang jauh.” Yang dimaksud dengan tetangga dekat adalah tetangga yang masih kerabat, sedangkan tetangga jauh adalah tetangga yang tidak termasuk kerabat.

Para ulama mengklasifikasikan tetangga ke dalam tiga bagian:

1). Tetangga yang masih kerabat dekat dan muslim, maka ia memiliki hak bertetangga, kerabat dan hak sesama muslim.

2). Tetangga muslim yang bukan kerabat dekat, maka ia memiliki hak bertetangga dan hak sesama muslim.

3). Tetangga nonmuslim hanya memiliki hak tetangga, jika ia termasuk kerabat, maka ia juga memiliki hak kerabat dekat.

Mereka itu memiliki hak-hak bertetangga, beruapa hak yang wajib dilaksanakan dan hak yang wajib ditinggalkan.

Kemudian Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan lima hadits dari Ibnu Umar, Abu Dzar dan Abu Hurairah.

Adapun hadits dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Malaikat Jibril selalu berpesan kepadaku untuk senantiasa berbuat baik pada tetangga, sehingga aku menyangka bahwa tetangga itu akan ikut mewarisinya.” Maksudnya akan turun wahyu pewarisannya, bukan berarti Jibril yang menentukan pewarisannya, kerana Jibril tidak memiliki hak dalam hal itu. Sebenarnya Rasulullah mengira akan turun wahyu yang dibawa Jibril tentang pewarisan tetangga, kerana Jibril sangat berpesan sekali tentang tetangga kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Adapun hadits dari Abu Dzar, hendaknya bagi setiap orang yang diberi keluasan rezeki oleh Allah agar menyisihkan sebagian rezekinya untuk tetangganya dengan cara yang baik, yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak makanan yang berkuah, maka perbanyakanlah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu.” Yang dimaksud dengan perbanyaklah kuahnya air, adalah tambahkan air agar kuahnya banyak, sehingga kamu dapat berbagi dengan tetangga. Kuah kaldu itu biasanya menggunakan daging atau selainnya yang biasa dijadikan lauk. Begitu juga apabila anda memiliki makanan tidak berkuah, atau minuman seperti susu atau yang lainnya, hendaknya jangan melupakan tetangga kerana mereka memiliki hak yang wajib kamu jalankan.

Adapun hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersumpah sampai tiga kali“Demi Allah, dia tidak beriman. Demi Allah dia tidak beriman. Demi Allah dia tidak beriman. Ada seorang sahabat yang bertanya, “Siapakah orang itu wahai Rasulullah?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang tetangganya tidak aman kerana gangguannya.” Yang dimaksud dengan gangguan ini seperti pengkhianatannya, kezhalimannya dan kebenciannya. Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari hal yang demikian maka ia bukanlah seorang mukmin, apalagi jika ia benar-benar melakukan hal tersebut.

Hadits ini menunjukkan haramnya menyakiti tetangga, baik dengan ucapan mahupun perbuatan. Dengan ucapan, misalnya seorang tetangga mendengar ucapannya yang mengganggu atau membuatnya was-was seperti orang-orang yang memutar televisi atau radio yang kuat, maka hal ini tidak diperbolehkan, atau bahkan memutar bacaan Al-Qur'an dengan suara yang berlebihan sehingga membuatnya terganggu, hal ini juga tidak boleh ia lakukan. Begitu juga mengganggu tetangga dengan perbuatan, seperti membuang sampah di sekitar rumahnya, menghalangi pintu masuk rumahnya, mengetuknya atau perbuatan lain yang mengganggunya, termasuk juga jika ia memiliki pohon yang menjulur di sekitar tembok tetangganya, tatkala ia menyiraminya tetangga merasa terganggu, ini semua termasuk menyakiti dan mengganggu tetangga yang dilarang.

Jadi, hukumnya haram bagi seseorang menyakiti tetangga dengan bentuk apa pun, jika ia melakukannya, maka ia bukanlah seorang mukmin, maksudnya ia tidak memiliki sifat seorang mukmin dalam permasalahan yang bertentangan dengan kebenaran ini.

Ada pun hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya yang akan menancapkan kayu pada dindingnya. Maksudnya jika tetanggamu ingin membuat atap rumahnya dan meletakkan kayu di atas tembokmu maka anda tidak boleh melarangnya, kerana hal itu tidak merusak, malah dapat menghalangi jatuhnya air hujan, apalagi pada zaman dahulu ketika tembok bangunan terbuat dari tanah, keberadaan kayu itu dapat menghalangi air hujan dan melindunginya, bahkan dapat memperkuat dan mengokohkannya. Dalam hal ini terdapat kemaslahatan untuk tetangga dan juga untuk dinding rumahnya, maka tidak boleh seseorang melarang tetangganya meletakkan kayu di atas tembok rumahnya, kalau ia melarang maka dipaksakan kepadanya agar kayu itu diletakkan pada batang hidungnya.

Oleh kerana itu, Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, “Demi Allah, aku akan memikulkannya di atas pundak-pundak kalian.” Maksudnya siapa yang tidak mahu menerima tetangganya meletakkan kayu di temboknya, maka kami akan meletakkannya di pundaknya, ucapan ini dikatakan ketika Abu Hurairah menjadi gubernur Madinah pada zaman Marwan bin Hakam.

Hal ini senada dengan kasus pada masa Amirul Mukminin Umar bin Al-Khaththab ketika ada perselisihan antara Muhammad bin Maslamah dengan tetangganya. Muhammad bin Maslamah ingin mengalirkan air ke kebunnya tetapi terhalang oleh kebun tetangganya itu. Tetangga itu melarangnya mengalirkan air lewat kebunnya, kemudian keduanya mengadukan masalah ini kepada Umar, lalu ia berkata, “Demi Allah, jika kamu melarangnya pasti kami akan mengalirkannya melalui perutmu.” Beliau memaksanya untuk mengalirkan air melalui kebunnya, kerana aliran air itu tidak mempengaruhi kebunnya, bahkan ia mengambil manfaat darinya kerana kebunnya teraliri air, sehingga manfaatnya banyak, untuk kebunnya, kebun sekelilingnya dan kebun tetangganya. Ia boleh melarangnya jika ia mahu mendirikan bangunan di atasnya, tetapi jika ia ingin menjadikannya sebagai ladang, maka ia tidak boleh melarangnya kerana air yang melewatinya akan menambah kesuburannya.

Berdasarkan hal di atas, maka wajib menjaga hak-hak bertetangga, berbuat baik semaksimal mungkin, tidak boleh menyakiti dengan cara apa pun, sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya. 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Syarah Riyadhus Shalihin Bab 78. Perintah Bagi Para Penguasa Untuk Bersikap Lembut Dan Kasih Sayang Terhadap Rakyat Serta Larangan Menipu Rakyat Atau Berlaku Keras Terhadap Mereka Juga Mengabaikan Keperluan mereka.

  Allah ﷻ berfirman : ۞وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ۞ “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman...