۞إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِِّجْسَ أَهَلَ الْبَيْتِ، وَيُطَهِِّرَكُمْ تَطْهِيرًا۞
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33: 33)
Allah ﷻ berfirman:
۞وَمَن يُعَظِِّمْ شَعَائِرَ اللهِ فَاِنَّهَامِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ۞
“Demikianlah (ajaran Allah): dan sesiapa yang menghormati syiar-syiar agama Allah maka (dialah orang bertakwa).” (QS. Al-Hajj: 22: 32)
Penjelasan.
Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan bab “Memuliakan keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan keutamaan mereka.” Keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam itu terbagi menjadi dua:
1). Orang-orang kafir. Mereka itu bukanlah keluarga Nabi, walaupun secara nasab mereka itu kerabat dekat Rasulullah. Sebagaimana firman-Nya,
“Rabbku, sesungguhnya anakku adalah termasuk keluargaku.” (QS. Hûd: 11: 45)
Anaknya adalah kafir, Allah Ta'ala berfirman,
“Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu.” (QS. Hûd: 11: 46)
Orang-orang kafir dari kerabat Rasulullah itu bukan keluarga Rasulullah, kerana mereka kafir.
Tetapi yang disebut dengan keluarga Rasulullah adalah orang-orang mukmin dari kerabat Rasulullah, di antaranya adalah istri-istri Rasulullah, semua istri Rasulullah termasuk ke dalam keluarganya, sebagaimana firman Allah Ta'ala,
“Wahai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzâb: 33: 32- 33)
Dalil ini jelas menyebutkan bahwa istri-istri Rasulullah adalah bagian dari keluarganya. Berbeda dengan kelompok Syiah Rafidhah yaitu mereka yang mengatakan bahwa istri-istri Rasulullah itu bukan termasuk keluarganya. Pendapat ini tidaklah benar, kerana menurut ayat ini jelas bahwa mereka adalah keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memiliki dua hak; hak iman dan hak kekerabatan dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, istri-istri Rasulullah disebut dengan Ummahatu Al-Mukminin (ibu orang-orang beriman) sebagaimana firman Allah Ta'ala,
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.”
(QS. Al-Ahzâb: 33: 6)
Memang benar, istri-istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah Ummahatu Al-Mukminin menurut ijma ulama. Barangsiapa yang mengatakan bahwa Aisyah radhiyallahu anha bukan termasuk Ummahatu Al-Mukminin, maka ia bukan seorang mukmin. Kerana Allah Ta'ala berfirman, “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” Barangsiapa yang berpendapat bahwa Aisyah bukanlah Ummahatu Al-Mukminin, maka ia bukan seorang mukmin kerana ia tidak beriman kepada Al-Qur'an dan juga kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Sungguh aneh! Mereka mencaci mencela dan membenci Aisyah, padahal dia adalah istri yang paling dicintai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah tidak mencintai seorang pun dari istri-istrinya melebihi cintanya kepada Aisyah radhiyallahu anha, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam hadits shahih,
“Siapakah istri yang paling engkau cintai? Rasulullah menjawab, “Aisyah.” Aku bertanya lagi, “Siapakah yang engkau cintai dari kaum laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Bapanya (Abu Bakar).” Aku bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Umar.” Lalu Rasulullah menyebutkan beberapa orang. Aku pun diam kerana khuatir Rasulullah akan menjadikanku yang terakhir di antara mereka.”
[Shahih Al-Bukhari no. 4358 dan Muslim no. 6328]
Kaum Syiah Rafidhah ini membenci Aisyah, mencaci dengan mengutuknya, sedangkan ia adalah wanita yang paling dekat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Maka bagaimana bisa dikatakan bahwa mereka itu mencintai Rasul dan mencintai keluarganya? Tetapi pengakuan itu hanyalah pengakuan dusta yang tidak berdasarkan pada keabsahan.
Maka kita wajib memuliakan keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yaitu kerabat dan juga istri-istri Rasulullah, Ummahatu Al-Mukminin.
Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan sebuah ayat, “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” Maksudnya adalah suci dan bersih, “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa.” Maksudnya adalah najis maknawi. “Dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya, Setelah menghilangkan najis. Kata, “Tathiira” sebagai penguat kata sebelumnya yang menunjukkan kesucian yang sempurna.
Oleh kerana itu, barangsiapa yang menuduh salah satu istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berbuat zina maka hukumnya kafir, walaupun selain kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha. Orang yang menuduh Aisyah berbuat zina, maka hukumnya kafir serta mendustakan Allah Ta‘ala, harta dan darahnya halal. Adapun orang yang menuduh zina kepada selain Aisyah, maka pendapat yang benar adalah mengkafirkannya juga. Kerana menuduh salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat zina merupakan penghinaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Naudzu Billah. Sebagaimana firman Allah Ta‘ala,
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula).”
(QS. An-Nûr: 24: 26)
Barangsiapa yang menuduh salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat zina, berarti ia juga telah menuduh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat keji, Naudzu Billah. Sebagaimana firman Allah Ta‘ala, “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji.” Dengan demikian masalah ini sangat berbahaya sekali, maka yang wajib bagi kita adalah melekatkan kecintaan yang sebenarnya kepada semua keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, semua istri dan juga kerabat-kerabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mukmin.
Hadits no. 346.
وَعَنْ يَزِيدَ بْنِ حَيَّانَ قَالَ: اِنْطَلَقْتُ أَنَا وَحُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ، وَعُمَرُ بْنُ مُسْلِمٍ إِلَى زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَمَ، فَلَمَّا جَلَسْنَا إِلَيْهِ قَالَ لَهُ حُصَيْنٌ: لَقَدْ لَقِيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا، رَأَيْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَمِعْتَ حَدِيثَهُ، وَغَزَوْتَ مَعَهُ، وَصَلَّيتَ خَلْفَهُ: لَقَدْ لَقِيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا، حَدِّثْنَا يَا زَيْدُ مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ: يَابْنَ أَخِي وَاللَّهِ لَقَدْ كَبِرتْ سِنِّي، وَقَدُمَ عَهْدِي، وَنَسِيتُ بَعْضَ الَّذِي كُنْتُ أَعِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا حَدَّثْتُكُمْ، فَاقْبَلُوا، وَمَا لَا فَلاَ تُكَلِّفُونِيهِ ثُمَّ قَالَ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمََا فِينَا خَطِيبًا بِمَاءٍ يُدْعَي خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ، فَحَمِدَ اللَّهَ، وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَوَعَظَ، وَذَكَّرَ، ثُمَّ قَالَ: « أَمَّا بَعْدُ: أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ، فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ، وأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ: أَوَّلهُمَا كِتابُ اللَّهِ، فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ، فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ، وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ » فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ، وَرَغَّبَ فِيهِ. ثمَّ قَالَ « وَأَهْلُ بَيْتِي، أُذَكِِّرُكُمُ اللَّهُ فِي أهْلِ بَيْتِي، أذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أهْلِ بَيْتِي » فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ: ومَنْ أَهْلُِ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ؟ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أهْلِ بَيْتهِ؟ قَالَ: نِسَاؤُهُ مِنْ أهْلِ بَيتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ، قَالَ: وَمَنْ هُم؟ قَالَ: هُمْ آلُ عَلِيٍّ، وَآلُ عَقِيلٍ، وآلُ جَعْفَرٍ، وَآلُ عَبَّاسٍ، قَالَ: كُلُّ هُؤلاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ؟ قَالَ: نَعَمْ. رَوَاهُ مُسْلِمُ.
Daripada Yazid bin Hayyan dia berkata, “Aku, Hushain bin Sabrah dan Amr bin Muslim datang ke tempat Zaid bin Arqam radhiyallahu anhum. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam, “Wahai Zaid, sungguh kamu telah mendapatkan kebaikan yang banyak, yaitu kamu bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendengar hadits-haditsnya, berperang bersamanya, shalat bersamanya. Sungguh, kamu benar-benar mendapatkan kebaikan yang banyak. Oleh kerana itu, ceritakanlah wahai Zaid, tentang apa saja yang kamu dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!”
Zaid bin Arqam berkata, “Wahai anak saudaraku, demi Allah sesungguhnya aku ini sudah tua dan masaku telah berlalu dan aku lupa apa yang aku peroleh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka apa yang dapat aku sampaikan, terimalah dengan baik, sedangkan yang tidak dapat aku sampaikan, janganlah kamu menyampaikan.” Kemudian Zaid bin Arqam melanjutkan ceritanya, “Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di tengah-tengah kami di suatu tempat air yang di sebut Khum, yang terletak antara Mekah dan Madinah untuk menyampaikan khutbah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji Allah serta menyanjungnya, memberi nasihat dan peringatan. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku ini adalah manusia biasa seperti kamu semua, mungkin saja utusan Tuhanku, (malaikat maut) hampir datang dan aku harus menerimanya. Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang berat, yang pertama yaitu kitabullah yang terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambil dan pegang teguhlah kitabullah itu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan agar kita berpegang teguh dengan kitabullah. Selanjutnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda lagi, “Dan ahlul baitku, aku memperingatkan kalian kepada Allah tentang ahlul baitku.” Hushain bertanya, “Wahai Zaid, sebenarnya siapakah ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu, bukankah istri-istri Rasulullah itu ahlul baitnya?” Zaid menjawab, “Ya istri-istri Rasulullah termasuk ahlul bait, tetapi ahlul bait yang dimaksudkan adalah orang-orang yang diharamkan untuk menerima sedekah sesudah Rasulullah wafat.” Hushain bertanya lagi, “Siapakah mereka itu?” Zaid bin Arqam menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Jafar dan keluarga Abbas.” Husian bertanya lagi, “Apakah masing-masing dari mereka semua diharamkan untuk menerima sedekah?” Zaid bin Arqam menjawab, “Ya.”
Dalam suatu riwayat dikatakan, “Ingatlah, sesungguhnya aku tinggalkan untuk kamu semua dua perkara yang berat, salah satunya adalah kitabullah yaitu tali (agama) Allah. Barangsiapa yang mengikutinya, maka dia berada dalam petunjuk, dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia berada dalam kesesatan.”
[Shahih Muslim no. 2408]
Hadits no. 347.
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهٌمَا، عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَوْقُوفًا عَلَيْهِ أَنَّهُ قَالَ: اُرْقُبُوا مُحَمَّدََا صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ، رَوَاهُ البُخَارِيُّ.
“Jagalah serta hormatilah oleh kamu akan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dengan memuliakan ahlul baitnya (keluarga).”
[Shahih Al-Bukhari no. 3713, 3751]
Penjelasan.
Hadits dan kisah ini menjelaskan hak keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana yang telah kita bahas sebelumnya, bahwa keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam itu termasuk istri-istri dan kerabat Rasulullah yang mukmin. Yaitu keluarga Ali, Aqil, Ja'far dan Abbas, mereka itulah yang haram menerima sedekah, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada pamannya Abbas ketika ia bertanya tentang sedekah,
“Sesungguhnya ini adalah sisa-sisa kotoran manusia dan tidak halal bagi keluarga Muhammad.”
[Shahih Muslim no. 1072]
Keluarga Muhammad shallallahu alaihi wa sallam itu memiliki keistimewaan tersendiri yang tidak dimiliki orang lain, seperti mereka memiliki hak dalam harta Fai' (harta yang didapat dari musuh kerana menyerah) yang khusus untuk mereka. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,
“Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul.” (QS. Anfâl: 8: 41)
Yaitu kerabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka memiliki keluhuran, kehormatan dan kemuliaan, maka mereka tidak boleh menerima harta sedekah dan tidak pula zakat wajib, kerana semua itu adalah kotoran manusia, sebagaimana firman Allah Ta'ala,
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka.”
(QS. At-Taubah: 9: 103)
Mereka itu tidak layak untuk memakan harta sedekah, mereka lebih tinggi dan mulia dari sekadar dihalalkannya sedekah untuk mereka, tetapi mereka mendapatkan gantinya, yaitu seperlima dari harta rampasan perang.
Kemudian dijelaskan pada hadits Zaid bin Arqam bahwsanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda di sungai Khum yang terletak antara Mekah dan Madinah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam turun dari kendaraannya seraya memberi nasihat, peringatan dan motivasi untuk berpegang teguh terhadap Al-Qur'an, menjelaskan bahwa di dalamnya terdapat ubat dan cahaya. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berwasiat tentang keluarganya dengan bersabda, “Aku memperingatkan kalian kepada Allah tentang ahlul baitku.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mengatakan seluruh keluarganya adalah orang-orang ma'sum (manusia tidak memiliki kesalahan) sehingga kata-kata mereka seperti Al-Qur'an yang wajib diamalkan, sebagaimana yang diklaim oleh kelompok Syiah Rafidhah. Mereka tidaklah ma'sum, bahkan mereka melakukan kesalahan sama seperti yang lainnya. Mereka juga melakukan kebenaran seperti yang lainnya juga, tetapi mereka memiliki hak khusus sebagai kerabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam seperti yang telah kita bahas.
“Aku memperingatkan kalian kepada Allah tentang ahlul baitku.” Ketahuilah hak-hak mereka, jangan sampai menzhalimi, atau memusuhinya, ini sebagai penguat kata. Setiap muslim itu memiliki hal atas saudaranya sesama muslim, tidak boleh menzhalimi atau memusuhinya, tetapi untuk keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terdapat hak khusus atas hak semua kaum muslimin.
Inilah hak-hak keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kita bisa membayangkan, apalagi yang menyangkut dengan hak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam!
Hak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam itu terbesar setelah hak Allah Ta'ala. Seorang muslim harus mendahulukannya daripada hak pribadi, anak, keluarga dan semua orang dalam hal kecintaan, pengagungan dan menerima semua petunjuk dan ajarannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berhak didahulukan atas semua manusia. Semoga kita termasuk para pengikutnya, baik lahir mahupun batin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan