Khamis, 18 April 2019

Syarah Riyadhus Shalihin (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin). Bab 19. Orang Yang Memulai Sunnah (Kebiasaan) Baik Atau Buruk.

Allah ﷻ berfirman:
۞وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا۞
“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Furqân: 25: 74)

Allah ﷻ berfirman:
۞وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا۞
“Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami.(QS. Al-Anbiyâ: 21: 73)

Penjelasan.

Imam An-Nawawi rahimahullah telah menyebutkan, “Bab Peringatan terhadap Bid'ah,” beliau menjelaskan bahwa sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil, jika dilakukan oleh seseorang dan dia adalah orang pertama yang melakukannya, maka dia seperti orang yang mencetuskannya, dan ia akan memperoleh pahalanya dan pahala dari orang yang melakukannya sampai hari kiamat, Alhamdulillah, telah dijelaskan sebelumnya bahwa Islam adalah agama yang sempurna, tidak memerlukan penyempurnaan, juga tidak perlu pada sesuatu yang baru, kerana Allah Ta'ala telah berfirman,

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” 
(QS. Al-Mâ'idah: 5: 3)

Kemudian Imam An-Nawawi mengambil dalil dengan dua ayat dari Al-Qur'an, yang pertama adalah firman Allah Ta'ala,

“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqân: 25: 74)

Ini adalah ungkapan yang menyeru hamba Ar-Rahman; orang-orang yang disebutkan sifat-sifatnya oleh Allah pada akhir Surat Al-Furqan,

“Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati.” (QS. Al-Furqân: 25: 63) Sampai pada firman-Nya,

“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami).
(QS. Al-Furqân: 25: 74)

“Anugerahkanlah kami,” yakni berikanlah kami. Al-Azwaj adalah bentuk jamak dari kata Zauj, bisa menunjukkan arti suami atau istri. Istri disebut dengan Zauj, sebagaimana suami juga disebut dengan Zauj, kerananya istilah ini banyak didapatkan dalam beberapa hadits, telah lewat sebelumnya hadits dari Aisyah radhiyallahu anha istri (zauj) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah bahasa baku, dimana perempuan dinamakan zauj. Namun para faraidh (ilmu waris) mengatakan bahwa untuk laki-laki adalah Zauj dan untuk perempuan Zaujah, sebagai pembeda antara keduanya dalam pembagian waris. Adapun menurut bahasa Arab, kata Zauj itu bisa untuk laki-laki dan bisa juga untuk perempuan.

Maka, doa di bawah ini bisa digunakan untuk laki-laki dan juga untuk perempuan,

“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami).
(QS. Al-Furqân: 25: 74)

Kata Qurratu A'yun untuk perempuan, maknanya, jika kamu memandangnya, maka ia membuatmu senang, jika kamu pergi, ia akan menjaga harta dan anak-anakmu, lalu jika kamu mencarinya, maka kamu akan mendapatkannya dalam keadaan taat kepada Allah. Allah Ta'ala berfirman,

“Maka perempuan-perempuan yang shalih, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, kerana Allah telah menjaga mereka.” (QS. An-Nisâ: 4: 34)

Inilah yang akan membahagiakan suaminya.

Demikian juga keturunan, jika Allah menjadikan mereka Qurratu A'yun bagi seseorang, mereka menaatinya jika ia perintahkan, mencegah apa yang dia larang, selalu membahagiakannya di setiap kesempatan dan selalu beramal kebaikan, inilah yang menjadi penyenang hati bagi orang-orang yang bertakwa.

Kalimat yang terakhir, “Jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.inilah yang menjadi dalil untuk bab ini, yakni jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa, mereka mengikuti perbuatan dan tutur kata kami dalam setiap hal yang kami lakukan dan kami tinggalkan, kerana seorang mukmin apalagi ia seorang ahli ilmu, maka banyak orang yang mengikutinya, dalam ucapan mahupun perbuatannya, kerananya anda akan menjumpai masa apabila anda perintahkan untuk melakukan sesuatu, atau melarangnya, mereka mengatakan, “Fulan melakukan ini dan itu,” orang yang mereka jadikan sebagai pemimpin.

Kepemimpinan mencakup pimpinan dalam agama yang merupakan ibadah khusus bagi manusia, pimpinan dalam berdakwah, dalam pengajaran, dalam memerintahkan yang baik dan mencegah dari kemungkaran dan hal-hal lainnya yang termasuk syiar agama dan syariatnya, jadikan kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa dalam segala sesuatu.

Adapun ayat yang kedua, firman Allah, “Jadikanlah di antara mereka imam-imam yang mengikuti hidayah dengan perkara kami,” yakni kami jadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin, ulama yang diikuti oleh manusia, menunjukkan mereka kepada agama Allah dengan perintah-Nya, akan tetapi alangkah baiknya penulis menyebutkan ayat terakhir, kerana Allah telah menjelaskan, sesungguhnya Dia menjadikan mereka sebagai pemimpin dengan suatu sebab,

“Yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka menyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 32: 24)

Dikeranakan kesabaran mereka dalam menaati Allah, dalam menghindari maksiat kepada-Nya, terhadap ketentuan-Nya, sabar dalam ketaatan kepada-Nya dengan melaksanakan apa yang diperintahkan, sabar dalam maksiat kepada-Nya dengan meninggalkan apa yang dilarang, sabar dengan ketentuan Allah yang datang kepadanya dalam rangka menegakkan dakwah kebenaran, serta amar makruf nahi mungkar. Kerana manusia jika ia telah menisbatkan dirinya sebagai da'i yang mengajak pada kebenaran, memerintahkan yang baik, serta melarang perbuatan mungkar, maka kemungkinan besar ia akan ditimpa sesuatu yang menyakitinya, kerana mayoritas orang-orang yang menentang kebenaran akan menjadi musuh baginya, maka bersabarlah. Demikian juga ketentuan Allah yang datang kepadanya itu, ia juga harus sabar menghadapinya.

“Selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 32: 24)

Mereka meyakini apa yang diberitakan oleh Allah, meyakini dengan balasan-balasan yang bakal mereka dapatkan dalam ketaatan mereka dalam berdakwah, dalam amar makruf nahi mungkar. Artinya, mereka beramal dan meyakini balasannya. Hal inilah yang harus kita perhatikan, yaitu kita beramal dan kita yakin dengan balasan yang akan diberikan. Banyak orang yang beramal; shalat, puasa, sedekah, kerana hal itu adalah perintah Allah, dan hal tersebut adalah baik, tidak ada keraguan akan kebaikannya, tetapi sebaiknya anda mengetahui dan menyadari bahwasanya anda melakukan amalan tersebut kerana mengharap balasan pahala dan takut akan ancaman, sehingga anda yakin akan akhirat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah telah mengutip ungkapan yang begitu baik pada ayat ini, ia berkata, “Dengan kesabaran dan keyakinan, maka kepemimpinan akan diraih dalam agama,” ia mengutipnya dari firman Allah,

“Selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 32: 24)

Dengan kesabaran dan keyakinan, maka kepemimpinan dalam agama akan diperoleh. Kita memohon kepada Allah, agar menjadikan diri kita sebagai pemimpin dalam agama Allah, menjadi petunjuk bagi hamba-hamba Allah yang mendapatkan petunjuk, sesungguhnya Dialah Tuhan yang Maha Dermawan lagi Mulia.

Hadits no. 171.
عَنْ أَبِي عَمْرٍو جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا فِي صَدْرِ النَّهَارِ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَهُ قَوْمٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِي النِّمَارِ أَوِ الْعَبَاءِ. مُتَقَلِِّدِي السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ مِنْ مُضَرَ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ، فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنْ الْفَاقَةِ، فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلَالًا فَأَذَّنَ وَأَقَامَ، فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ، فَقَالَ: {يَآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدةٍ }  إِلَى آخِرِ الْآيَةِ:  { إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا} وَالْآيَةُ الْأُخْرَى الَّتِي فِي الْحَشْرِ: { يَـٰٓأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ} تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ حَتَّى قَالَ: وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا، بَلْ قَدْ عَجَزَتْ، قَالَ ثُمَّ تَتابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ، حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهَبَةٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيَّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ » رَوَاهُمُسْلِمٌ.
Daripada Abu Amr Jarir bin Abdullah radhiyallahu anhu ia berkata, “Pada suatu siang kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian datanglah sekelompok orang dengan pakaian setengah telanjang (pakaian using), dengan mengenakan kain wol yang bergaris-garis (yang diberi lubang pada bagian kepalanya), dan pedang bergantungan pada tubuh mereka. Sebagian besar dari mereka bahkan semua berasal dari bani Mudhar. Maka berubahlah wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat keadaan mereka yang payah (miskin).

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumah dan keluar lagi, lalu baginda menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan. Bilal pun mengumandangkan adzan dan iqamat, selanjutnya baginda melaksanakan shalat.

Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah dan bersabda, “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu (Adam), dan daripada Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dan daripada keduanya Allah membiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa': 4: 1) dan membaca ayat akhir dari surat Al- Hasyr, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 59: 18)

Mendengar khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu, ada seorang laki-laki yang bersedekah sebagian dari dinarnya, dirhamnya, pakaiannya dan sha' gandum atau kurmanya, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Walaupun dengan seikat kurma.”

Setelah itu, datanglah seorang laki-laki dari kalangan Anshar dengan membawa sekarung (sedekah) sampai pundaknya lemah (memikulnya) bahkan sudah tidak mampu, kemudian setelah itu banyaklah manusia mengikutinya, sampai aku melihat dua karung besar yang berdiri dari makanan dan pakaian. Sehingga aku melihat wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berseri seakan-akan wajah Rasulullah bersinar.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang memberi contoh (memulai) sunnah yang baik dalam Islam maka baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya setelah itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang memberi contoh perilaku yang buruk dalam Islam, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya setelah itu, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”

[Shahih Muslim no. 1017]

Penjelasan.

Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Bab, “Barangsiapa Yang Membuat Kesunnahan Yang Baik Dalam Islam Maka Dia Akan Mendapatkan Pahalanya Dan Pahala Orang Melakukannya.” Hadits Jarir bin Abdullah Al-Bajali radhiyallahu anhu ini adalah hadits yang sangat mulia, di dalamnya menjelaskan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu perhatian dan kasih sayang kepada umatnya -semoga Allah menambahkan shalawat dan kesejahteraan kepada baginda-. Ketika mereka bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada awal siang, tiba-tiba datang sekelompok kaum yang umumnya berasal dari bani Mudhar atau mereka semua itu berasal dari bani Mudhar yang mengenakan kain wol yang sobek pada bagian kepalanya, sebagian besar mereka mengalungkan pedang-pedang, yakni orang-orang yang tidak memiliki apa pun, kecuali pakaian yang hanya melekat menutupi auratnya, yang diikatkan pada pundaknya, sedangkan pedang ada bersama mereka sebagai persiapan jika suatu saat mereka diperintah untuk berjihad.

Wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berubah, yakni berubah raut wajah baginda ketika melihat keadaan mereka yang memerlukan bantuan, mereka adalah kaum Mudhar -salah satu kabilah Arab yang mulia-, kebutuhan mereka sudah sampai pada situasi seperti ini, kemudian baginda masuk ke rumahnya lalu keluar lagi, lantas memerintahkan Bilal radhiyallahu anhu untuk adzan, setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat kemudian berkhutbah di hadapan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji Allah sebagaimana kebiasaannya, kemudian membaca,

Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kalian daripada diri yang satu (Adam), dan daripadanya Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dan daripada keduanya Allah membiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa': 4: 1)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 59: 18)

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk bersedekah, dan bersabda, “Bersedekahlah seseorang dengan dinarnya, bersedekahlah dengan dirhamnya, bersedekahlah dengan bajunya, bersedekahlah dengan sha' gandumnya, bersedekahlah dengan sha: kurmanya, sampai baginda menyebutkan, walau hanya dengan seikat kurma.” Para sahabat adalah orang yang paling gemar dalam hal kebaikan, dan paling cepat melaksanakannya, serta berlomba-lomba untuk melakukannya, maka pulanglah mereka menuju ke rumah masing-masing dan kembali dengan membawa sedekah, sampai ada seseorang yang membawa sekarung makanan yang hampir-hampir tangannya tidak kuat memikulnya, bahkan sampai tidak kuat membawa perak, kemudian ia meletakkannya di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kemudian Jarir -rawi hadits ini- melihat dua kantong makanan, pakaian dan selainnya telah terkumpul di masjid, setelah itu wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -yang sebelumnya berduka- menjadi berseri-seri seakan-akan wajah baginda seperti emas yang berkilauan, dikeranakan sangat berkilauannya, mengkilatnya dan sangat senangnya baginda dengan apa yang diperoleh dari perlombaan (dalam kebaikan) yang mampu memenuhi kebutuhan orang-orang fakir ini. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam maka baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya setelah itu, tanpa sedikit pun pahalanya dikurangi dan barangsiapa yang memberi contoh perilaku buruk dalam Islam, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya setelah itu tanpa sedikit pun dosa itu dikurangi.”

Yang dimaksud dengan, “memberi contoh” pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang memberi contoh perilaku baik dalam Islam,” yaitu memulai melakukan sesuatu yang disunnahkan, bukan membuat sesuatu yang baru, kerana orang yang membuat perkara baru dalam Islam yang bukan berasal dari Islam itu sendiri, maka tertolak dan bukanlah hal yang baik. Yang dimaksud dengan orang yang berbuat sunnah adalah orang yang pertama kali melakukannya, seperti orang yang datang membawa sedekahnya ini. Ini menunjukkan bahwa jika seseorang didapati melakukan sunnah yang baik dalam Islam, baik dengan bersegera melaksanakannya atau ia menghidupkannya setelah sunnah itu sebelumnya mati.

Hal ini kerana sunnah dalam Islam itu ada tiga bagian:

Sunnah sayyiah (jelek), yaitu bid'ah, itu adalah hal yang jelek, walaupun dianggap baik oleh orang yang menyunnahkannya, kerana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Setiap bid'ah itu sesat.”

[Shahih Muslim no. 867]

Sunnah hasanah (yang baik), sunnah ini terbagi menjadi dua macam,

1. Sunnah itu harus disyariatkan, lalu tidak diamalkan, kemudian datang orang yang memperbaharuinya seperti Qiyam Ramadhan (shalat Tarawih) dengan satu imam, kerana pada awalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mensyariatkan kepada umatnya agar shalat dengan satu imam pada shalat tarawih di bulan Ramadhan, kemudian Rasulullah meninggalkannya kerana khawatir hal ini akan diwajibkan kepada umat. Kemudian hal ini ditinggalkan sampai akhir kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga pada masa khalifah Abu Bakar As-siddiq dan pada masa awal khalifah Umar Al-Khaththab setelah itu, Umar memandang perlu mengumpulkan orang-orang (untuk shalat) dengan satu imam, kemudian ia melaksanakan hal tersebut. Maka Umar telah membuat sunnah yang baik dalam Islam, kerana Umar telah menghidupkan sunnah yang sudah ditinggalkan.

2. Termasuk dari sunnah yang baik adalah apabila seseorang bersegera melakukannya, sebagaimana keadaan para sahabat yang bersegera dalam bersedekah hingga diikuti oleh yang lainnya, di mana mereka setuju dengan apa yang dilakukannya.

Kesimpulannya bahwa orang yang melakukan sunnah yang baik dalam Islam, di mana tidak ada sunnah yang baik, kecuali yang telah dibawa oleh syariat, maka baginya pahala dan pahala orang yang melakukan setelahnya.

Orang-orang yang melakukan bid'ah dalam agama Allah yang bukan berasal darinya, mereka membuat bid'ah berupa dzikir, membuat bid'ah shalawat-shalawat yang tidak pernah Allah turunkan kekuasaan (kepada mereka) untuk itu, kemudian mereka mengatakan ini adalah sunnah yang baik, namun kita mengatakan, “Tidak, setiap perkara bid'ah itu sesat dan semua adalah jelek, tidak ada bid'ah hasanah, akan tetapi yang dimaksud dengan hadits di atas adalah orang yang mendahului dan bersegera melakukannya, sebagaimana telah jelas sebabnya dalam hadits. Atau orang yang menghidupkannya setelah sunnah itu mati, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang melakukannya.”

Dalam hadits ini terdapat motivasi untuk melakukan sunnah yang telah mati, yang telah berlalu atau pun yang ditinggalkan, sesungguhnya akan ditulis pahala bagi orang yang menghidupkannya dan pahala orang yang mengamalkannya. Dalam hadits ini juga terdapat ancaman terhadap sunnah yang jelek, bahwa orang yang melakukannya sunnah kejelekan, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya, sampai hari kiamat, walaupun pada mulanya mudah dan meluas, maka baginya dosa dengan adanya perluasan ini. Seperti seseorang yang meringankan suatu yang dibolehkan (mubah) kepada orang lain, yang sudah jelas bisa menjerumuskan pelakunya kepada hal yang haram dalam waktu dekat, jika hal ini meluas disebabkan fatwanya, maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang melakukannya sampai hari kiamat. Ya, jika sesuatu itu dibolehkan (mubah) dan tidak dikhawatirkan seseorang terjerumus pada yang haram, maka tidaklah mengapa seseorang menjelaskannya kepada yang lain, sebagaimana jika seseorang menyangka bahwa hal ini adalah haram ternyata bukan haram. Kemudian dia menjelaskan kepada manusia kerana ingin menjelaskan kebenaran, akan tetapi ia khawatir dengan akibatnya, maka baginya dosa dan dosa orang yang melakukannya.

Hadits no. 172.
وَعَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « لَيْسَ مِنْ نَفْسٍ تُقْتَلُ ظُلْمًا إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الِأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا لِأَنَّهُ كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ » مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Daripada Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu dia berkata, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak ada satu jiwa pun yang terbunuh secara zhalim, kecuali bagi anak Adam (Qabil) yang pertama (melakukan pembunuhan), ia menanggung dosa perbuatannya, kerana ia orang yang pertama melakukan pembunuhan.”

[Shahih Al-Bukhari no. 3335, 7321 dan Muslim no. 1677]

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Syarah Riyadhus Shalihin Bab 78. Perintah Bagi Para Penguasa Untuk Bersikap Lembut Dan Kasih Sayang Terhadap Rakyat Serta Larangan Menipu Rakyat Atau Berlaku Keras Terhadap Mereka Juga Mengabaikan Keperluan mereka.

  Allah ﷻ berfirman : ۞وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ۞ “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman...